Lompat ke konten

[MH PEDIA] Kompensasi REDD+ Indonesia dari Norwegia dalam Tahap Diskusi

REDD+ merupakan sebuah mekanisme yang bertujuan dalam mewujudkan perlindungan dan pengelolaan terhadap kelestarian hutan melalui pemberian insentif bagi negara-negara berkembang atas kontribusinya dalam mengusahakan segala upaya untuk melawan perubahan iklim. Program REDD+ dimaksudkan untuk membuat hutan lebih berharga jika dipertahankan keberadaannya daripada ditebang untuk keperluan lain. Program ini direalisasikan dengan cara menciptakan suatu nilai finansial untuk karbon yang tersimpan di pepohonan kemudian karbon tersebut dapat dihitung dan negara-negara maju diwajibkan membayar Carbon Offset kepada negara berkembang yang berhasil mempertahankan tegakkan hutannya (Aprilia, 2016). read more

Perempuan dan Perannya dalam Pengelolaan Hutan

Dalam banyak kasus dimana terlibatnya masyarakat dalam pengelolaan hutan banyak menimbulkan perbedaan terutama di bidang gender. Dalam pengelolaan hutan laki-laki dan perempuan memiliki porsi peran yang berbeda-beda, baik dalam penentuan pekerjaan maupun dalam kegiatan yang harus dijalankan dalam pengelolaan hutan, yaitu tata kelola kawasan, tata kelola kelembagaan, dan tata kelola usaha. Selama ini peran perempuan dalam pengelolaan sumberdaya hutan masih belum terlihat secara jelas dan dalam pengelolaan hutan peran perempuan masih dikatakan kurang. Dari hasil penelitian CIFOR 2013 menyatakan bahwa partisipasi perempuan diragam kegiatan kehutanan serta dalam kehutanan skala besar masih kurang, sehingga gambaran yang tepat mengenai keterlibatan perempuan sulit didapatkan. Hal ini menyiratkan bahwa peran perempuan dalam sektor kehutanan tidak terlihat. read more

[MH PEDIA] Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Kelestarian Hutan Rakyat

Hutan yang lestari adalah hutan yang mampu menjalankan fungsi- fungsinya dan dapat memberikan kemanfaatan secara ekologi, sosial budaya, dan ekonomi bagi masyarakat sekitar hutan dan para stakeholder terkait (Fibrianingtyas, 2020).  Keberadaan hutan rakyat memiliki kontribusi penting dalam memberikan sumbangan ekonomi maupun ekologis terhadap pemilik serta masyarakat sekitar. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan rakyat merupakan bentuk keterlibatan petani secara langsung dalam pengelolaan hutan rakyat. Partisispasi petani juga berkaitan dengan kemampuan petani dalam mengelola hutan rakyat, sehingga usaha tani hutan rakyat dapat mendatangkan manfaat yang optimal bagi peningkatan kesejahteraan petani dan menjaga kelestarian lingkungan. read more

[MH PEDIA] Aksi Penting Indonesia dalam Kegiatan Restorasi Lahan Gambut

Pemerintah Indonesia memanfaatkan tiga kegiatan utama restorasi  lahan gambut yaitu  pembasahan gambut (rewetting), penanaman kembali (revegetasi) dan pemberdayaan ekonomi penduduk local (revitalisasi)  (BRG 2016). Kegiatan ini diharapkan dapat menangani risiko sistemik dari kebakaran gambut. Restorasi dimulai dengan kegiatan pembasahan sekat saluran, pembangunan  dan perbaikan sekat kanal serta penimbunan kembali saluran pada lahan gambut. Pemblokiran / penimbunan saluran yang tepat dapat meningkatkan permukaan air tanah. Kegiatan ini akan sangat efektif dilaksanakan di seluruh Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) yang merupakan sistem pengelolaan air terintegrasi,.  (Harrison et al. 2020).  Setelah pembasahan gambut, diperlukan revegetasi untuk menyelesaikan restorasi biofisik lahan gambut. Revegetasi dilaksanakan melalui pelatihan  budidaya dan pembuatan rumah pembibitan, pembukaan lahan tanpa bakar,  dan penanaman pohon komoditas yang telah disepakati. read more

[MH PEDIA] Agroforestry di Hutan Rakyat

Tahukah kamu, praktik pengelolaan hutan rakyat dilakukan dengan pendekatan sistem agroforestry, yaitu dengan memadukan tanaman semusim dan komponen pohon pada tempat dan waktu yang sama. Pada perkembangan pengelolaan hutan rakyat terdapat banyak variasi dan turunan dari pola agroforestry ini, namun pertimbangan dasar dalam pemilihan semua pola tersebut sama, yaitu pola agroforestry berbasis kebutuhan (PABK). Kebutuhan yang dimaksud secara umum merepresentasikan dari kebutuhan pangan, pakan dan papan. read more

Tanaman Porang sebagai Alternatif Tumbuhan Bawah Hutan Rakyat

cr: google image

Tegakan hutan menyimpan sumber pangan yang melimpah sebagai pengganti tepung terigu dan beras antara lain adalah jenis umbi-umbian. Penerapan sistem agroforestri atau pola tumpangsari yang memadukan jenis tanaman kehutanan dengan tanaman semusim seperti umbi-umbian yang disesuaikan dengan kondisi hutan yang diharapkan dapat menciptakan peluang bagi masyarakat sekitar hutan untuk meningkatkan pendapatan dan ketahanan pangan. Penanaman tanaman pangan seperti jenis umbi-umbian di bawah tegakan hutan diduga tidak hanya meningkatkan ketahanan pangan dan pendapatan masyarakat di sekitar hutan tapi juga dapat mengkonservasi tanah dan air serta meningkatkan kualitas biologi tanah sehingga dapat menjamin kelestarian hutan rakyat. read more

[MH PEDIA] Manajemen Lahan sebagai Strategi Jangka Panjang dalam Mitigasi Perubahan Iklim Indonesia

Demografi Indonesia  menjadi faktor penting dalam pengelolaan sektor penggunaan lahan yang terkait untuk ketahanan pangan, produksi pertanian, dan mata pencaharian jutaan rakyat Indonesia. Kepentingan penggunaan lahan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan menjaga keutuhan ekologi harus diseleraskan. Rencana jangka Panjang harus dilakukan dengan menerapkan  manajemen lahan masa depan untuk menekan lau deforestasi dalam upaya mitigasi iklim.  Pertama, menetapkan kerangka kerja dalam upaya pengelolaan dan tata kelola penggunaan lahan dalam jangka panjang. Kedua dengan memelihara dan memulihkan ekosistem penggunaan lahan saat ini, dengan  membangun perlindungan hutan, lahan gambut, dan ekosistem alam lainnya untuk menjaga ketahanan di sektor-sektor seperti air, energi, serta kesehatan dan keselamatan publik.  Ketiga dengan berinvestasi pada pengurangan emisi berbasis lahan berbiaya rendah sebagai  opsi mitigasi yang berbiaya lebih tinggi dengan menambah akselerasi  pengembangan teknologi mitigasi di masa depan (Seymour 2018). Ketiga tahap ini merupakan solusi alterative untuk mitigasi iklim jangka Panjang di Indonesia. read more

Peran Hutan Rakyat dalam Pembangunan Nasional

Potensi hutan alam sebagai penghasil kayu bagi pembangunan nasional semakin hari semakin menurun, di sisi lain permintaan kayu terutama sebagai bahan baku industri pengolahan kayu makin bertambah. Salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan tersebut melalui pengembangan hutan rakyat. Disamping mempunyai fungsi pendukung lingkungan, konservasi tanah dan perlindungan tata air, hutan rakyat atau lahan-lahan lain diluar kawasan hutan juga mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam upaya pemenuhan kebutuhan bahan baku kayu yang dihasilkan dari luar kawasan hutan milik negara. Luas hutan rakyat di Indonesia, adalah 1.271.505,61 ha, dengan jumlah perkiraan tegakan sebanyak 42.965.519 pohon. Adapun jenis tanaman yang paling banyak ditanam di hutan rakyat, diantaranya adalah : Sengon (Albizia falcataria), Mahoni (Swietenia macrophylla), Jati (Tectona grandis), Akasia (Acacia mangium), Sonokeling (Dalbergia latifolia), Pete (Parkia speciosa), Nangka (Artocarpus integra), Gamal (Inocarpus edulis), Mindi (Melia azadararah), Cemara (Causuarina equisetifdia), Suren (Toona sureni), Mangga (Mangifera indica), Melinjo (Gnetum gnemon), Kelapa (Cocos nicifera), Kemiri (Aleurites moluccana), Pinang (Casearia coriacea), Mete (Daemonorops niger), Rambutan (Nephelium lappaceum), Durian (Durio ziberthinus), Bambu (Gigancochloa apus), Sungkai (Heterophrogma macrolobum), Karet (Ficus elastica), Kopi (Abelmoschus esculentus), Kapuk (Ceiba pentandra), Ampupu (Ecalyptus urophylla), Johar (Cassia siamea), Cempedak (Artocarpus champeden), Angsana (Pterocarpus indica), Nyatoh (Palaquium javense), Enau (Arenga pinnata), Asam (Tamarindus indica), Kaliandra (Calliandra calothygisus), Matoa (Pometia pinnata) dan Sonokrit (Dalbergia sisso). read more

[MH PEDIA] Keunikan Praktik Usaha Hutan Rakyat

Menurut Byron (dalam Maryudi dan Nawir, 2018) praktik usaha hutan rakyat mempunyai beberapa keunikan, yang mencakup aspek kapasitas untuk berinvestasi dalam jangka panjang, sekuritas tenurial (kepemilikan lahan), dan kapasitas untuk beradaptasi terhadap kepastian pasar dan harga kayu, dan berbagai kendala lainnya.

Pengusahaan hutan rakyat kontras dengan pengusahaan hutan skala besar (industri) dalam hal tujuan dan pilihan teknik pengusahaan hutan yang diaplikasikan. Pengusahaan hutan skala besar biasanya ditujukan untuk memaksimalkan produktivitas kayu komersial untuk memastikan pasokan bahan baku bagi industri dan keuntungan finansial; sedangkan pengusahaan hutan rakyat cenderung fokus pada optimalisasi output per satuan luas areal, tenaga kerja dan input lainnya dengan cara (misalnya) membatasi jumlah pohon yang ditanam dan pemilihan spesies adaptif, dan/atau meningkatkan pembagian sumber daya (resource sharing) dengan penananman beragam spesies dalam waktu dan ruang yang sama. Petani hutan rakyat juga cenderung memilih jenis multiguna daripada model monokultur. read more

DAMPAK KEBIJAKAN PERHUTANAN SOSIAL DI WILAYAH KERJA PERHUTANI

Perubahan bentuk skema di wilayah Perhutani menimbulkan polemik dan pertarungan narasi / wacana terutama antara Perhutani dan KLHK. Dalam aturan terbaru mensyaratkan bahwa Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) dapat diajukan apabila tutupan tegakan hutan kurang dari atau sama dengan 10% selama 5 tahun atau lebih. Sedangkan pada areal yang terdapat konflik dengan masyarakat dapat diberikan IPHPS sehingga otomatis skema PHBM dapat tergantikan dengan skema baru tersebut. Pergeseran bentuk Perhutanan Sosial dari PHBM ke IPHPS mengindikasikan bahwa PHBM selama ini dianggap belum berhasil meningkatkan partisipasi dan pendapatan masyarakat sekitar hutan yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan read more