Lompat ke konten

Keilmuan

KHDPK: Pendekatan Modern Tuk Selamatkan Hutan Jawa

Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) merupakan suatu kebijakan yang dibuat sebagai suatu terobosan untuk mengatasi permasalahan masyarakat di kawasan hutan Jawa. KHDPK menjadi realisasi mandat UU Cipta Kerja dalam pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan yang diturunkan dalam PP 23 tahun 2021 tentang penyelenggaraan kehutanan[1]. Sekitar seluas 1,1 juta hektare lahan hutan di Jawa telah ditetapkan sebagai kawasan yang dikelola dibawah kebijakan tersebut. Lahan yang menjadi KHDPK tersebut meliputi kawasan hutan negara yang memiliki fungsi sebagai hutan produksi serta hutan lindung. Lahan tersebut berasal dari wilayah kelola Perum Perhutani yang tersebar di seluruh penjuru Pulau Jawa baik di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, maupun Banten. Dengan demikian penerapan kebijakan KHDPK selain diharapkan mampu merehabilitasi lahan kritis di Pulau Jawa juga diharapkan mampu membantu Perum Perhutani sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk lebih fokus pada bisnis usahanya [2][3]. read more

Suatu Langkah Penyelamatan Hutan Jawa

Kerusakan hutan adalah suatu peristiwa yang terjadi karena berkurangnya luasan areal hutan yang disebabkan oleh kerusakan ekosistem hutan yang bisa disebut dengan degradasi hutan. Kerusakan hutan yang terjadi di Jawa dapat mengganggu keseimbangan ekosistem yang tidak hanya berdampak bagi manusia tetapi juga satwa. Beberapa jenis satwa akan mencari tempat hidup yang lebih sesuai jika habitat aslinya telah rusak. Contoh satwa adalah Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas) yang keberadaannya mulai langka sebagai akibat dari penyusutan luas hutan. Populasi satwa akan semakin menurun seiring dengan tingginya laju deforestasi. [1] read more

KHDTK Getas-Ngandong Dalam Upaya Penyelamatan Hutan Jawa

Berbicara mengenai pengelolaan kawasan hutan. Saat ini telah ada aturan baru yang dikeluarkan Menteri LHK tentang Penetapan Kawasan Hutan dan Pengelolaan Tertentu (KHDPT), dimana dalam pembagiannya terdiri dari tiga jenis pengelolaan,diantaranya: Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK), Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan (KHKP), dan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK).  

Aturan yang dikeluarkan oleh Menteri LHK mengenai Kawasan Hutan demgan Pengelolaan Khusus mengalami banyak penolakan. Salah satunya oleh Forum Penyelamatan Hutan Jawa (FPHJ) dengan melayangkan petisi kepada Presiden RI dan Menteri LHK. Isi dari petisi tersebut dibacakan oleh Ketua FPHJ pada tanggal 20 Mei 2022. Berdasarkan penuturan Ketua FPHJ dalam CNN Indonesia, pihak FPHJ khawatir akan timbul konflik agraria akibat dari polemik peraturan baru ini. FPHJ memiliki pandangan bahwasannya KLHK tidak dapat serta merta mengambil alih hutan karena menganggap pengelolaan oleh Perhutani kurang maksimal, sementara penerima lahan yang diambil alih tersebut belum jelas. Keadaan yang tidak jelas ini dikhawatirkan akan dimanfaatkan pihak yang ingin mengambil keuntungan dari peristiwa ini, seperti memperjual belikan atau bahkan mengeksploitasi lahan. Perlu adanya kejelasan dari kata “khusus” yang disematkan dalam aturan baru tersebut. Pihak FPHJ menginginkan pemaparan yang detail dan terbuka serta grand design KHDPK, mereka tak ingin aturan baru tersebut justru mengabaikan potensi kerusakan alam1. Petisi penyelamatan hutan Jawa juga mendapatatkan dukungan dari Minaqu Indonesia. CEO minaqu, Ade Wardhana menilai, Pemerintah seharusnya berperan penting dalam menjaga kelestarian hutan. Alih fungsi hutan lindung dan hutan produksi menjadi KHDPK akan mengurangi kawasan hutan dikarenakan mengarah pada pertanian hortikultura. Dikhawatirkan aturan baru ini bukannya memperbaiki pengelolaan hutan Jawa, tetapi menambah masalah baru yang mempengaruhi stabilitas ekonomi, social, politik, dan keamanan 4.  read more

Reka Bentuk Penyelamatan Hutan Jawa

           Menurut Hamel dan Prahalan, strategi adalah tindakan yang bersifat incremental (berkembang sedikit demi sedikit secara teratur) dan dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan “pelanggan” atau “konsumen” di masa depan. Sehingga, strategi ini selalu dimulai dengan pertanyaan “apa yang dapat terjadi” di masa depan [1]. Dalam memformulasikan pertanyaan tersebut maka setidaknya seseorang perlu memahami “big capture” terhadap strategi yang ingin dibuat. Dalam hal ini yaitu sektor kehutanan, dimana sektor kehutanan adalah sistem dinamis dan terbuka dari pengaruh luar. Sektor kehutanan selalu dikelilingi oleh ketidakpastian dan sifatnya evolusioner. Kemudian, sektor ini juga melibatkan beberapa sektor lain dalam proses perjalanannya. Terdapat banyak rangkaian transformasi sumber daya, aktivitas, serta output yang menghubungkan sektor kehutanan dengan sektor lainnya, sehingga dalam proses pengambilan keputusan atau penyusunan strategi berdasarkan analisis parsial dapat menyesatkan. read more

Peran KHDTK dalam Menjalankan Tridharma Perguruan Tinggi

Tahukah kamu apa itu Getas ?

Seperti di postingan sebelumnya KHDTK Getas merupakan unit pengelolaan hutan yang dinaungi oleh Fakultas Kehutanan UGM dengan status penetapannya sebagai kawasan konservasi dan pendidikan. Namun tahukah kalian selain penetapan kawasan tersebut ternyata KHDTK UGM mempunyai peran dalam mendorong civitas akademika terutama di Fakultas UGM untuk memenuhi kewajibannya dalam menjalankan perannya untuk menjalankan tiga pilar tri dharma perguruan tinggi yang terdiri dari Pendidikan dan  pembelajaran, Penelitian dan pengembangan, serta pengabdian kepada masyarakat. read more

Peralihan Kawasan Hutan Getas dan Ngandong menjadi KHDTK

Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Getas-Ngandong merupakan hutan yang terletak diantara dua wilayah administratif yaitu Blora, Jawa Tengah dan Ngawi, Jawa Timur. Kawasan tersebut memiliki sejarah pilu sebagai konsekuensi pengembangan infrastruktur dari program Koridor Ekonomi Jawa dalam Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Kawasan ini merupakan daerah yang terkena dampak penjarahan kayu di masa itu1. Permasalahan yang terjadi pada Getas dan Ngandong seperti pencurian kayu, perusakan areal rehabilitasi, dan alih fungsi lahan menjadi pertanian mendorong kerusakan kawasan tersebut. Ditambahnya permasalahan sosial, seperti kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan2 juga memperkeruh keadaan dalam pengelolaan hutan di wilayah tersebut. Selain itu, metode pengelolaan hutan yang dilakukan Perum Perhutani dirasa kurang tepat sasaran karena berorientasi pada pemanfaatan hasil kayu saja sehingga diperlukan usaha yang keras untuk dapat menjadikan kawasan tersebut menjadi hutan yang berbasis ekosistem.  read more

Getas : Tanah Hijau Pemberi Harapan

KHDTK Getas-Ngandong merupakan Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus yang terletak di dua kabupaten, yaitu Blora (Jawa Tengah) seluas 8.6464,1 hektar dan Ngawi (Jawa Timur) seluas 2.254,9 hektar. Per tanggal 9 Agustus 2016 lalu, hutan seluas 10.901 hektar ini, telah diberikan hak kelola kepada Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI nomor 632/Menlhk/Setjen/PLA.0/8/2016. Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) ini, secara khusus diperuntukan untuk kepentingan penelitian, pengembangan, pendidikan, dan pelatihan kehutanan serta religi & budaya. Selain itu, KHDTK Getas juga diperuntukan sebagai wahana bagi para akademisi, peneliti, dan mahasiswa untuk kegiatan pendidikan, penelitian, praktik lapangan dan pengabdian kepada masyarakat. read more

Wanagama: Monumen Keberhasilan Penyelamatan Lahan Kritis

Wanagama: Monumen Keberhasilan Penyelamatan Lahan Kritis

Source: wanagama.fkt.ugm.ac.id

Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XI–Jawa Madura pada tahun 2003 melakukan interpretasi citra yang mana dihasilkan data kawasan hutan Perhutani yang seluas 2.442.101 Ha dan kawasan yang masih lestari hanya sekitar 67,8%. Wilayah kritis dapat dilihat dari perubahan tutupan hutan di Jawa yang semakin menurun setiap tahunnya. Namun pada tahun 2009, luas tutupan hutan tersisa sekitar 800 ribu hektar. Perubahan tutupan hutan ini terjadi karena deforestasi, baik terencana maupun tidak, atau oleh degradasi hutan. Berkurangnya luasan tutupan hutan ini tentu akan berdampak pada terganggunya daerah aliran sungai (DAS) di Pulau Jawa. Sehingga ancaman bencana yang terjadi di Pulau Jawa, seperti banjir, longsor, kekeringan menjadi sangat mencolok jika dibandingkan dengan kejadian yang sama di daerah Indonesia lainnya. Contoh nyatanya terjadinya banjir bandang yang terus terjadi tiap tahunnya di wilayah Pantura (Pantai Utara) Jawa Tengah yang terbentang di daerah pekalongan hingga brebes. Pada pertengahan maret tahun ini, banjir bandang melanda Kabupaten Brebes hingga menyebabkan rumah warga rusak.  read more

Perdagangan Karbon

Sumber: https://ipehijau.org/apa-itu-perdagangan-karbon/

Perdagangan karbon adalah suatu kegiatan pembelian dan penjualan kredit yang mengizinkan perusahaan atau entitas lain untuk mengeluarkan sejumlah karbon dioksida. 

Kegiatan kredit karbon dan perdagangan karbon memiliki tujuan dengan bertahap dapat mengurangi emisi karbon secara keseluruhan dan mengurangi kontribusi yang diberikan terhadap perubahan iklim. 

Sumber: https://betahita.id/news/detail/6749/perdagangan-karbon-bukan-solusi-indonesia-atasi-iklim.html?v=1636291980 read more

Enam Dasawarsa Bukti Penyelamatan Hutan Jawa di Wanagama

WANAGAMA merupakan hutan pendidikan yang dikelola oleh Fakultas Kehutanan UGM sesuai SK 493/Menlhk-Setjen/2015 dengan luasan 622,25 Ha. Wanagama secara administratif terletak dalam wilayah Kecamatan Playen dan Patuk Gunung Kidul. Wanagama disebut juga monumen hidup yang dibangun oleh para pendiri Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM)

Spirit Wanagama adalah membangun hutan dari lahan kritis dan tandus menjadi ekosistem yang mampu menjalankan semua fungsinya dengan seimbang yaitu fungsi pendukung, fungsi penyedia, fungsi pengatur dan fungsi budaya serta pendidikan. read more