Lompat ke konten

Istilah Istimewa dalam Hutan Keistimewaan


Sumber: https://kakibukit.republika.co.id/posts/36174/sekarang-ada-hutan-keistimewaan-di-yogyakarta

Kawasan Hutan di Yogyakarta yang dipegang oleh KPH Yogyakarta berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 721/Menhut-II/2011 seluas 15.724,50 ha terbagi menjadi Hutan Produksi seluas 13.411,70 ha, dan Hutan Lindung seluas 2.312,80 ha. Wilayah hutan KPH Yogyakarta tersebar pada tiga kabupaten yaitu Kabupaten Gunungkidul seluas 13.826,800 ha, Kabupaten Bantul seluas 1.041,20 ha, dan Kabupaten Kulonprogo seluas 856,50 ha. Dengan pembagian wilayah kerja menjadi lima wilayah Bagian Daerah Hutan (BDH) dan 25 Wilayah Resort Pengelolaan Hutan (RPH) [1]. 

Berdasarkan hal tersebut, Januari 2022 Ibu Siti Nurbaya menetapkan Kawasan Hutan Keistimewaan Boga Nangka di Kapanewon Karangmojo, Kabupaten Gunung Kidul, dimana pada bulan januari tersebut telah ada 1000 bibit nangka dan 2000 bibit petai yang telah ditanam di Kawasan Hutan Keistimewaan khususnya pada petak 58 RPH Candi, BDH Karangmojo, KPH Yogyakarta [2]. Selain itu, Kawasan Hutan Keistimewaan ini bertujuan untuk mendukung ketahanan pangan kuliner bahan baku gudeg dengan pola agroforestry, mengembangkan pusat pengolahan pasca panen dan agrowisata nangka. Kebutuhan komoditas nangka tinggi dikarenakan dari 190 UKM Gudeg di Yogyakarta membutuhkan Nangka muda sebanyak 9-10 ton per harinya. Selain itu, Nangka juga merupakan bahan baku pembuatan kendang, dimana dalam pembuatannya diperlukan kayu nangka utuh agar menghasilkan suara yang tidak pecah [3]. 

Istilah “Istimewa” sudah tidak asing lagi jika disematkan pada Yogyakarta, dimana Status DIY atau Daerah Istimewa Yogyakarta telah disematkan pada 15 Agustus 1950. Sehingga dengan adanya kata “Istimewa” tersebut menjadikan Yogyakarta memiliki kewenangan atas otonomi daerahnya sendiri. Istimewa disini mengandung tiga hal, yaitu: (1) Istimewa dalam hal sejarah dimana pembentukan pemerintah Daerah Istimewa ini dikarenakan atas amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VII serta masyarakat jogjakarta yang memiliki identitas budaya dan tidak ingin kehilangan identitas tersebut. (2) Istimewa dalam hal bentuk karena merupakan penggabungan dua wilayah Kasultanan dan Pakualaman. (3) Istimewa dalam hal Kepala Pemerintahan sesuai amanat Piagam Kedudukan 19 Agustus 1945 [4]. 

Referensi
[1].
http://kph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_YOGYAKARTA.pdf
[2]. https://kakibukit.republika.co.id/posts/36174/sekarang-ada-hutan-keistimewaan-di-yogyakarta
[3]. https://kabarhandayani.com/nangka-yang-ditanam-di-hutan-keistimewaan-merupakan-hasil-eksplorasi-dari-11-propinsi/
[4]. https://www.bpkp.go.id/diy/konten/815/Sejarah-Keistimewaan-Yogyakarta