Berita Manajemen Hutan: Bagus dan Ekonomis, Sari Buah Mengkudu dijadikan Penggumpal Getah Karet di Areal HTR
Berita Manajemen Hutan: Bagus dan Ekonomis, Sari Buah Mengkudu dijadikan Penggumpal Getah Karet di Areal HTR |
P3SEKPI (Bogor, 14/5/2018)_Dalam rangka studi analisis dimensi sosial di areal hutan tanaman rakyat (HTR), tim peneliti Community Based Commercial Forestry (CBCF) berkunjung ke Desa Budi Lestari, yang seluruh pemukiman dan lahannya merupakan wilayah HTR yang diusahakan oleh penduduknya. Hasil studi mengungkapkan, sari buah mengkudu merupakan penggumpal getah karet yang bagus dan ekonomis.
Dari wawancara terhadap responden diketahui bahwa setiap penduduk memiliki kebun karet yang dikelola dengan teknik agroforestri. Setiap jam lima pagi penduduk berangkat ke kebun karet untuk menyadap getah. Setelah selesai melukai seluruh pohon karet, mereka kembali ke pohon-pohon tersebut untuk mencampurkan cairan penggumpal ke dalam getah karet yang sudah menggenang di mangkok penampungnya.
Ada tiga macam cairan yang biasa digunakan oleh penduduk yaitu asam semut yang dilarutkan dalam air, pupuk TSP hitam yang dilarutkan dalam air, dan sari buah mengkudu. Di antara tiga jenis cairan penggumpal getah karet, sebagian besar responden lebih senang menggunakan sari buah mengkudu karena tidak perlu dibeli seperti asam semut dan pupuk TSP. Kalau menggunakan asam semut bahkan lebih parah karena saat dicampur dengan air akan mengeluarkan gas yang panas dan gatal di tangan.
Selain karena buah mengkudu dapat dipetik dari pohon milik sendiri, cara membuat dan menggunakannya juga lebih mudah. Buah mengkudu yang sudah masak dihancurkan kemudian cairannya disaring sehingga siap digunakan untuk menggumpalkan getah karet. Tuangkan cairan buah mengkudu ke dalam mangkok penampung getah sambil diaduk-aduk hingga getah menggumpal. Buah mengkudu yang semula dikenal berkhasiat sebagai obat herbal, ternyata oleh penduduk desa Budi Lestari telah lama digunakan sebagai cairan penggumpal getah karet.
Menurut pendapat responden, mutu getah karet yang digumpalkan menggunakan tiga jenis cairan tersebut sama saja karena harga jualnya juga sama, yaitu sekitar Rp 6.000/kg. Harga jual getah karet akan lebih rendah, yaitu sekitar Rp 5.300/kg apabila kadar airnya lebih tinggi. Hal ini bisa terjadi apabila petani sengaja mencebor getah dengan air lebih banyak agar timbangannya lebih berat. Petani yang cermat mengatakan bahwa nilai jual yang diterima juga akan sama saja sehingga percuma mencebor getah.
Budi Lestari adalah nama salah satu desa di antara 16 desa di wilayah Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan. Desa ini berada dalam kawasan hutan produksi di areal Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Gedong Wani dan telah mendapatkan Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR).
Pada saat memasuki wilayah desa, pemandangan yang terlihat di kiri-kanan jalan adalah kebun karet rakyat yang tercampur dengan pohon-pohon kehutanan, kelapa, rumpun pisang, kopi bariah, hamparan tanaman jagung, petak sawah, dan tanaman kalanjana di sisi jalan. Di sana-sini terlihat ternak sapi yang sedang dilepas di lahan. Setelah memasuki kawasan pemukiman, di halaman rumah penduduk selalu ditemukan berbagai jenis tanaman hias warna-warni, tanaman kopi bariah serta pohon mengkudu yang berbuah lebat. Sekarang kita tahu mengapa setiap penduduk menanam mengkudu di halaman rumahnya.***Setiasih Irawanti
#KMMH2017 #KabinetHutanTropis #BeritaManajemenHutan
Sumber: Litbang KLHK