Tahukah kalian, sebesar 33 persen atau seluas 1.219.461,21 hektar lahan yang ada di Kalimantan Selatan dikuasai oleh izin kegiatan pertambangan, sementara 17 persen atau 620.081,90 hektar lainnya telah dikonversi menjadi lahan perkebunan Sawit. 6 persen dari lahan atau 234.492,77 hektar merupakan Kawasan IUHHK-HA (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam) dan 15 persennnya atau 567.865,51 hektar digunakan sebagai IUPHHK-HT (Hutan Tanaman). Dari informasi tersebut dapat diketahui bahwasannya 50 persen dari total luas lahan di Kalimantan Selatan dikuasai oleh Pertambangan dan Sawit, sedangkan lahan hutan menempati luasan yang paling kecil hanya 21 persen, dan 29 persennya merupakan sisa lahan.
Kegiatan pertambangan dan perkebunan sawit sendiri hakikatnya memiliki peran yang penting dalam proses pembangunan negara dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perannya dalam menghasilkan bahan baku industri dan minyak, penyerapan tenaga kerja, menjadi salah satu sumber devisa negara, dan meningkatkan pendapatan suatu daerah. Namun seperti mata uang yang memiliki dua sisi, kedua sektor itu menimbulkan dampak negatif baik bagi lingkungan maupu masyarakat. Timbulnya lahan kritis dari kegiatan sektor tersebut memerlukan banyak tenaga, waktu, pikiran, dan biaya yang cukup signifikan dalam memulihkannya.
Realitasnya eksploitasi sumber daya alam dan pengalihfungsian lahan hutan di Kalimantan Selatan hingga saat ini tidak berhenti dilakukan dan setiap tahunnya menunjukkan kondisi lingkungan yang semakin rusak. Adanya perkebunan sawit dan kegiatan penambangan menyebabkan pembukaan terhadap Kawasan hutan secara besar-besaran, hal tersebut berdampak pada hilangnya tutupan vegetasi yang dapat berdampak terhadap daerah resapan air, mengancam satwa liar yang hidup di hutan, polusi air, udara, dan suara (alat berat), rusaknya struktur lapisan tanah, serta munculnya lubang-lubang bekas galian. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya bencana yang menimpa Kalimantan Selatan dewasa ini, seperti terjadi banjir di hampir semua Kabupaten/Kota di Kalimantan setelah kurang lebih 50 tahun tidak mengalami bencana banjir, suhu udara yang tinggi, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi dalam dua bulan terakhir, tenggelamnya bocah di bekas lubang galian, dan masih banyak bencana lainnya.
Persoalan lingkungan hidup yang tak kunjung berhenti ini, membuat Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan membuat kebijakan “Revolusi Hijau”dalam rangka menangani soal lingkungan hidup. Program tersebut terus digelorakan dengan penanaman pohon besar-besaran untuk mengurangi luasan lahan kritis. Gerakan Revolusi Hijau yang digaungkan oleh pemerintah setempat tidak hanya melulu mengenai penanaman namun juga membangun revolusi mental dan cara pandang masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan dari kerusakan dan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan, sehingga diharapkan program tersebut dapat membawa perubahan kearah yang semakin baik dan menjadikan Kalimantan Selatan semakin hijau lestari dengan lingkungan yang tertata Kembali dalam beberapa tahun kedepan.
Sumber :
https://www.merdeka.com/peristiwa/jatam-12-juta-hektare-luas-kalsel-beralih-fungsi-jadi-tambang-hutannya-gundul.html diakses hari Senin 26 September 2022 pukul 10.00 WITA
Muharram, Smahuddin. Kebijakan “Revolusi Hijau” Paman Birin dalam Menjaga Kerusakan Lingkungan di Provinsi Kalimantan Selatan. 2020. Jurnal Analisis Kebijakan dan Pelayanan Publik. Vol 6 (1) : 49-64.