Lompat ke konten

Urgensivitas Pengelolaan Hutan dalam Menghadapi Global Warming

Demonstrasi perubahan iklim. Sumber: huffpost.com

Pemanasan global tengah menjadi perbincangan hangat belakangan ini. Pasalnya, dampak dari fenomena ini memberikan kerugian di berbagai aspek kehidupan. Pemanasan global atau global warming diartikan sebagai fenomena peningkatan suhu bumi yang diakibatkan oleh tertahannya panas di dalam atmosfer. Fenomena ini terjadi karena adanya penumpukkan gas rumah kaca di atmosfer yang dipicu oleh aktivitas manusia yang berkaitan dengan pembakaran bahan bakar fosil dan konversi lahan hutan.

Pemanasan global disebabkan oleh peningkatan konsentrasi gas rumah kaca yang berbanding lurus dengan peningkatan jumlah radiasi inframerah yang terjebak di atmosfer. Suhu bumi yang mengalami kenaikan juga terakselerasi secara cepat setelah era pra industri. Dilansir dari climate.nasa.gov, dalam rentang waktu tahun 1880 hingga 2022, anomali suhu udara tahunan global mengalami tren yang cenderung meningkat hingga 0,89°C pada tahun 2022. Anomali positif tersebut menunjukkan suhu di permukaan bumi semakin tinggi atau lebih hangat dari rata-rata suhu dalam rentang tersebut. Saat ini, suhu kenaikan global sudah mencapai 1.2ºC dan apabila tidak dilakukan langkah mitigasi yang tepat, suhu bumi dapat menyentuh 1.5ºC antara tahun 2030 hingga 2052.

Sejarah Singkat Global Warming

1824 – Konsep efek rumah kaca yang dapat meningkatkan suhu bumi melalui interposisi atmosfer ditemukan oleh Joseph Fourier.

1975 – Munculnya konsep pemanasan global oleh Wallace Broecker, selaku ilmuwan Amerika yang dituangkan melalui judul tulisan ilmiah karyanya.

1988 – Pembentukan Intergovernmental Panel on Climate Change atau disingkat IPCC yang bertindak sebagai pengkaji dan penghimpun berbagai bukti terkait isu perubahan iklim

1992 – Konvensi Kerangka Bersama yang membahas tentang perubahan iklim disepakati oleh berbagai pemerintah dunia, terutama negara maju dalam Konferensi Tingkat Tinggi Bumi yang berlokasi di Rio de Janeiro dengan tujuan tercapai pengurangan emisi hingga tahun 1990.

1997 – Tercapai kesepakatan mengenai Protokol Kyoto oleh negara-negara maju dengan harapan pada periode tahun 2008 hingga 2012, emisi rata-rata berkurang sejumlah 5 persen ditambah tingkatan yang lebih besar untuk tiap negara. Namun, traktat tersebut tidak disetujui dan disahkan oleh senat Amerika Serikat.

Peran Hutan Indonesia dalam Global Warming

Hutan merupakan fasilitator terbaik yang membantu bumi dalam menyeimbangkan iklim, mengurangi polusi, menyerap karbon dioksida, dan mengurangi pemanasan global. Di satu sisi, adanya kontribusi manusia dalam perubahan penggunaan lahan yang semula hutan menjadi areal penggunaan lain dengan perlakuan berupa penggundulan hutan memberikan sumbangsih besar dalam peningkatan potensi perubahan iklim. Dengan kata lain, hutan memegang dua peran dalam global warming, yaitu sebagai penyerap emisi dan penyumbang emisi, tergantung pada pengelolaan hutan tersebut.

Tahun 2007, Indonesia memecahkan rekor baru pada Guiness Book of Record dalam hal kecepatan deforestasi. Indonesia adalah negara yang mengejar laju deforestasi tahunan tertinggi dari 44 negara yang secara kolektif menyumbang 90 persen hutan dunia dengan kecepatan 1,8 juta ha (4.447.896 hektar) per tahun antara tahun 2000 hingga 2005 dengan laju 2 persen per tahun atau 51 km persegi (20 mil persegi) setiap hari. Perubahan penggunaan lahan hutan tersebut mengemisikan 2-3 miliar ton karbon dioksida setiap tahunnya. Apakah bisa dibayangkan, berapa miliar ton karbon dioksida yang telah disumbangkan oleh Indonesia hanya dari hutan? Ironisnya lagi, Indonesia memegang dua rekor hanya dalam waktu setengah abad, yaitu sebagai zamrud khatulistiwa pada periodisasi awal, kemudian  menjadi negara penggundulan hutan tercepat pada tahun 2008 menurut Guinness Book of Records.

20 kontributor terbesar emisi CO2 kumulatif 1850-2021 (miliar ton), subtotal dari bahan bakar fosil (abu-abu)serta penggunaan lahan dan kehutanan (hijau). Sumber: carbonbrief.org.

Dilansir dari carbonbrief.org, Indonesia masuk dalam urutan ke-5 kontributor terbesar emisi CO2 kumulatif Tahun 1850-2021. Sebagian besar emisi CO2 yang disumbangkan oleh Indonesia adalah berasal dari penggunaan lahan dan kehutanan, dibandingkan dengan hasil dari bahan bakar fosil. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan Brazil yang sama-sama memiliki kekayaan hutan hujan yang tinggi, namun belum dapat mempertahankan eksistensi hutannya. Brazil berada di urutan ke-4, dengan sekitar 4,5% dari emisi CO2 kumulatif global, diikuti oleh Indonesia dengan 4,1% dari emisi CO2 kumulatif global4.

Pengelolaan Hutan untuk Global Warming

Perubahan iklim dapat dilawan melalui inisiatif kegiatan mitigasi dan adaptasi. Mitigasi perubahan iklim bertujuan untuk mencegah dan mengurangi dampak perubahan iklim dengan pencegahan emisi gas rumah kaca. Sedangkan, adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan upaya untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Upaya mitigasi dan adaptasi di bidang kehutanan dapat dilakukan dengan berbagai inovasi pengelolaan hutan. Peran pengelolaan hutan dalam mencegah dan mengurangi gas rumah kaca sekaligus dapat membawa manfaat lingkungan, sosial dan ekonomi yang saling menguntungkan dengan menyediakan air bersih, habitat satwa liar, rekreasi alam, dan produksi hasil hutan3.

150 kepala negara bertemu di Le Bourget pada hari pertama COP21. Sumber: thewire.in.

Salah satu komitmen oleh negara-negara dalam upaya mitigasi dan adaptasi terhadap global warming diwujudkan melalui COP ke-21 UNFCCC (KTT Perubahan Iklim PBB) di Paris pada tahun 2015. Konferensi ini melahirkan Paris Agreement yang merupakan sebuah kesepakatan 196 negara di dunia untuk mengatasi masalah perubahan iklim. Paris Agreement bertujuan untuk menahan peningkatan temperatur rata-rata global jauh di bawah 2°C di atas tingkat pra-industrialisasi dan melanjutkan upaya untuk menekan kenaikan temperatur ke 1,5°C di atas tingkat pra–industrialisasi. Di samping itu, Paris Agreement bertujuan untuk meningkatkan adaptasi terhadap dampak negatif perubahan iklim, untuk menciptakan ketahanan iklim dan pembangunan rendah emisi tanpa mengancam produksi pangan, serta menyiapkan rencana pendanaan untuk menciptakan pembangunan yang rendah emisi dan berketahanan iklim. Paris Agreement mencakup beberapa elemen yaitu aksi mitigasi, adaptasi, pendanaan, teknologi dan peningkatan kapasitas serta transparansi. Elemen-elemen tersebut yang menjadi dasar negosiasi saat proses menuju kesepakatan Paris Agreement dan saat implementasinya setelah entry into force 6.

Referensi:

[1] BBC News Indonesia. 2009. Sejarah Perubahan Iklim. Diakses pada 19 Maret 2023, URL: https://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus/2009/11/091123_sejarahperubahan

[2] Boer, Rizaldi. 2020. Overview Dampak Perubahan Iklim: Kaitannya dengan Sub Sektor Peternakan. Bogor, Indonesia, pp.1-32.

[3] Butarbutar, T. 2009. Inovasi Manajemen Kehutanan untuk Solusi Perubahan Iklim di Indonesia. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan. 6 (2): 121 – 129.

[4] Carbonbrief.org. 2023. Analysis: Which countries are historically responsible for climate change?. Diakses pada 22 Maret 2023, URL: https://www.carbonbrief.org/analysis-which-countries-are-historically-responsible-for-climate-change/

[5] Kementrian Hukum dan HAM RI. 2023. Hukum Lingkungan. Diakses pada 19 Maret 2023, URL:https://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=682:pemanasan-global-skema-global-dan-implikasinya-bagi-indonesia&catid=120&Itemid =190&lang=en

[6] Kementrian LHK. 2016. Perubahan Iklim, Perjanjian Paris, dan Nationally Determined Contribution. Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jakarta.

[7] Mongabay.com. 2007. Indonesia to be recognized in Guinness Book of World Records for deforestation rate. Diakses pada 21 Maret 2023, URL: https://news.mongabay.com/2007/05/ indonesia-to-be-recognized-in-guinness-book-of-world-records-for-deforestation-rate/

[8] NASA Global Climate Change. 2023. Global Temperature. Diakses pada 16 Maret 2023, URL: https://climate.nasa.gov/vital-signs/global-temperature/

[9] Wahyudi, J. 2016. Mitigasi emisi gas rumah kaca. Jurnal Litbang. 12(2): 104-112.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.