Wanagama: Monumen Keberhasilan Penyelamatan Lahan Kritis
Source: wanagama.fkt.ugm.ac.id
Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XI–Jawa Madura pada tahun 2003 melakukan interpretasi citra yang mana dihasilkan data kawasan hutan Perhutani yang seluas 2.442.101 Ha dan kawasan yang masih lestari hanya sekitar 67,8%. Wilayah kritis dapat dilihat dari perubahan tutupan hutan di Jawa yang semakin menurun setiap tahunnya. Namun pada tahun 2009, luas tutupan hutan tersisa sekitar 800 ribu hektar. Perubahan tutupan hutan ini terjadi karena deforestasi, baik terencana maupun tidak, atau oleh degradasi hutan. Berkurangnya luasan tutupan hutan ini tentu akan berdampak pada terganggunya daerah aliran sungai (DAS) di Pulau Jawa. Sehingga ancaman bencana yang terjadi di Pulau Jawa, seperti banjir, longsor, kekeringan menjadi sangat mencolok jika dibandingkan dengan kejadian yang sama di daerah Indonesia lainnya. Contoh nyatanya terjadinya banjir bandang yang terus terjadi tiap tahunnya di wilayah Pantura (Pantai Utara) Jawa Tengah yang terbentang di daerah pekalongan hingga brebes. Pada pertengahan maret tahun ini, banjir bandang melanda Kabupaten Brebes hingga menyebabkan rumah warga rusak.
Hutan Wanagama merupakan hutan pendidikan yang dikelola oleh Fakultas Kehutanan UGM sesuai SK 493/Menlhk-Setjen/2015 dengan luasan 600 ha dan terbagi menjadi 8 petak yang terdiri dari petak 5, 6, 7, 13, 14, 16, 17 dan petak 18. Petak 6 dan 7 terletak di Kecamatan Patuk sedangkan petak-petak lainnya masuk dalam wilayah Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul. Hutan Wanagama merupakan hutan buatan yang dibuat oleh Fakultas Kehutanan, UGM (Universitas Gadjah Mada). Pada awalnya, Wanagama merupakan bukit gundul yang tandus dan kering yang berada di wilayah karst dikarenakan eksploitasi besar-besaran pada masa kolonial Belanda untuk memenuhi kebutuhan kayu. Daerah ini merupakan kawasan yang kritis dengan batuan berkapur dengan curah hujan rendah sehingga ketersediaan air sangat tergantung pada hujan. Hal ini menyebabkan hanya jenis-jenis tertentu yang dapat tumbuh dan bertahan hidup dengan baik di daerah karst. Untuk itu, Fakultas Kehutanan UGM melakukan penghijauan dengan teori pembelukaran dengan cara menanam sebanyak mungkin jenis tanaman pionir yang didominasi jenis legum. Jenis legum ini memiliki kemampuan mengikat nitrogen di udara sehingga sanggup menyuburkan tanah. Hasil dari teori pembelukaran dapat dirasakan setelah 10-15 tahun (Lilwur, 2012).
Hutan wanagama pada awalnya dijadikan sebagai program dalam rangka menyelamatkan lahan yang sudah kritis. Perintis wanagama mempunyai peran dan tujuan untuk menghijaukan lahan kritis melalui beberapa pendekatan baik secara sosial ekonomi, penerapan teknik ilmu kehutanan, hingga sifat biologis vegetasi. Wanagama berhasil melakukan pemuliaan pohon salah satunya pinus dengan batang lurus serta pertumbuhan yang cepat dengan uji genetik terdiri atas uji spesies, uji provenance (pohon sumber), dan uji keturunan. Wanagama kemudian bekerjasama dengan Perhutani untuk membuat kebun benih pinus di Cijambu (Sumedang), Baturaden (Purwokerto), dan Garahan (Jember) sehingga dapat membangun hutan pinus di Jawa. Tentunya Wanagama sangat berperan dalam peningkatan diversitas pohon hasil dari kegiatan konservasi. Secara ekologis, wanagama berfungsi dalam jasa lingkungan (air berkualitas, plasma nutfah, dan estetika).
Selain berfokus pada fungsi ekologi, Wanagama juga dikembangkan sebagai sarana edukasi untuk pelajar, mahasiswa maupun masyarakat umum. Sarana edukasi ini dapat berupa pemahaman bagi semua masyarakat akan pentingnya hutan bagi kehidupan manusia melalui fasilitas yang disediakan di Wanagama. Museum Kayu Wanagama adalah satu diantara fasilitas yang ada di antara rumah sutera, paksi bird dorm, outbound, asrama, camping ground, aula pertemuan dan lainnya yang mana berisi barang-barang yang terbuat dari kayu dari berbagai tahun dan keunikannya. Wanagama juga menjadi tempat bagi mahasiswa terutama civitas akademik UGM untuk melakukan praktik maupun sebagai lahan untuk bereksperimen.
Saat ini, banyak masyarakat yang bergantung terhadap Wanagama sehingga terdapat kemitraan yang saling menguntungkan antara masyarakat dan pengelola wanagama. Adanya kemudahan akses keluar masuk, akan memudahkan masyarakat untuk mengambil pakan ternak karena sebagian besar masyarakat sekitar pada umumnya memelihara ternak sapi dan masyarakat juga diperbolehkan menanam rumput kalanjana di areal hutan untuk makanan sapi. Selain itu, dilakukan juga beberapa kegiatan untuk meningkatkan perekonomian seperti pengembangan budidaya madu untuk memberdayakan masyarakat sekitar hutan.
Pencapaian Wanagama dalam memenuhi 3 aspek pengelolaan yakni ekologi, ekonomi, dan sosial mampu menjadi contoh rehabilitasi dan pengelolaan hutan bagi lahan kritis lainnya di Indonesia. Penanganan kawasan wanagama yang dilakukan oleh UGM sudah terintegrasi mulai dari kawasan hulu sampai hilir dan dikerjakan dengan sangat detail seperti penanaman pohon, pemeliharaan, dan pengembangan semua telah dilakukan dengan manajemen yang baik dan detail. Salah satu keberhasilan wanagama telah mampu menumbuhkan rasa peduli masyarakat terhadap hutan. Pengelolaan Wanagama dapat terus ditingkatkan sebagai upaya menjaga kelestarian hutan. Formula terbaik untuk dapat mengkonservasi hutan dan membangun lahan kritis seperti yang dilakukan oleh Prof. Oemi Hani’in Suseno harus terus dicari agar dapat membangun Wanagama menjadi lahan yang lebih hijau lagi terutama di beberapa petak yang masih tandus dan mampu menjadi wilayah untuk tempat tinggal fauna dengan jenis beragam.
Referensi :
Ekawati, S., Budiningsih, K., Sylviani, Suryandari, E., & Hakim, I. (2015). Kajian Tinjauan Kritis Pengelolaan Hutan di Pulau Jawa. Journal Policy Brief 9(1), 1-8.
Ernawati, Johanna. 2016. Jejak Hijau Wanagama, Sebuah Perjalanan Menghijaukan Lahan Kritis. Jakarta : Forest and Climate Change Programs (FORCLIME).
Ferdaus, R. M., Iswari, P., Kristanto, E. D., Muhajir, M., Diantoro, T. D., & Sugging, S. (2014). Rekonfigurasi Hutan Jawa: Sebuah Peta Jalan Usulan CSO. Yogyakarta: Biro Penerbitan ARuPA.
Lilwur, Yeni Maria. 2012. Studi Komunitas Pohon Di Kawasan Hutan Wanagama (Petak 5, Petak 6, dan Petak 7) Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta. Skripsi. Universitas Kristen Duta Wacana. Yogyakarta.
https://www.mongabay.co.id/2018/05/29/menilik-permasalahan-pengelolaan-hutan-jawa-dan-penghormatan-hak-masyarakat-adat/ diakes pada pukul 09.32 WIB Tanggal 28/04/2022.
https://www.kompas.tv/article/272383/banjir-bandang-di-brebes-rusak-rumah-warga diakses pada pukul 10.26 WIB tanggal 28/04/2022
Rizka Budi Titisari, Wahyu Tri Widayanti, S.Hut., M.P. 2016. Persepsi dan Interaksi Masyarakat Desa Banaran Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul Terhadap Hutan Pendidikan Wanagama I.