Lompat ke konten

Penyelamatkan hutan Jawa hanya satu, yaitu Perubahan

Kondisi hutan di Jawa kian memprihatinkan dengan degradasi tutupan lahan hutan. Terdapat beberapa faktor penyebab luas tutupan kawasan hutan di Pulau Jawa semakin berkurang. Saat ini luasnya hanya sekitar 24 persen dari luas pulau atau sekitar yakni 128.297 km2. Dari 24 persen kawasan hutan di Pulau Jawa tutupan hutannya hanya sekitar 19 persen. Semakin mengecilnya hutan di Pulau Jawa dengan penduduk terpadat di Indonesia ini dikarenakan beberapa penyebab, yaitu alih fungsi hutan untuk lahan pertanian, pemukiman, industri, infrastruktur, kawasan komersial, dan lainnya[1]. Hal ini lainnya juga dapat diperburuk dengan terdapatnya konflik lahan serta illegal logging yang menjadi penunjang permasalahan degradasi kawasan hutan [2]. Dampak karena adanya alih fungsi hutan itu sehingga kawasan hutan menjadi hilang, rusak, terpecah-pecah, dan hal ini mengancam keanekaragaman hayati di dalamnya. Dampak lainnya yang terjadi adalah, krisis air, bencana banjir, tanah longsor, dan konflik satwa[1]. read more

Foretasi di semua lahan,bijakkah?

Krisis iklim semakin terlihat hingga hari ini. Kerusakan lingkungan mulai bermunculan di setiap negara mulai dari badai pasir ekstrem di Timur Tengah, gelombang panas di Eropa, hingga banyak bermunculan banjir dan tanah longsor di berbagai negara seperti Korea Selatan dan Indonesia. Kondisi berdampak cukup besar bagi keseharian dan kesehatan manusia. Bencana itu bahkan tidak hanya merusak fasilitas umum dan pribadi tetapi juga melenyapkan nyawa puluhan hingga ratusan manusia. Penyebabnya tentu saja karena suhu bumi yang terus naik seiring berjalannya waktu sehingga berakibat pada berbagai hal seperti mencair nya es di kutub serta menaikkan suhu bumi. Belum lagi penghijauan yang telah digalakkan sejak Protokol Kyoto 1997, bukan semakin membaik tetapi malah semakin memburuk saja. Deforestasi yang disengaja untuk pembukaan lahan sektor lain maupun deforestasi karena kebakaran kerap terjadi. Kasus tersebut semakin memperburuk kondisi lingkungan. Lantas langkah apa yang harus ditempuh untuk menanggulangi kerusakan lingkungan ketika ekonomi masih mencekik bagi negara miskin dan berkembang sedangkan permasalahan lahan kependudukan masih sering bermunculan di negara maju? read more

Istilah Istimewa dalam Hutan Keistimewaan


Sumber: https://kakibukit.republika.co.id/posts/36174/sekarang-ada-hutan-keistimewaan-di-yogyakarta

Kawasan Hutan di Yogyakarta yang dipegang oleh KPH Yogyakarta berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 721/Menhut-II/2011 seluas 15.724,50 ha terbagi menjadi Hutan Produksi seluas 13.411,70 ha, dan Hutan Lindung seluas 2.312,80 ha. Wilayah hutan KPH Yogyakarta tersebar pada tiga kabupaten yaitu Kabupaten Gunungkidul seluas 13.826,800 ha, Kabupaten Bantul seluas 1.041,20 ha, dan Kabupaten Kulonprogo seluas 856,50 ha. Dengan pembagian wilayah kerja menjadi lima wilayah Bagian Daerah Hutan (BDH) dan 25 Wilayah Resort Pengelolaan Hutan (RPH) [1].  read more

Hutan dan Harapan


Sumber: https://i.pinimg.com/474x/5c/01/71/5c017160c2d48696684c3d41e3b3b63a.jpg

Extinction Rebellion (XR) adalah sebuah gerakan aktivis lingkungan internasional yang berbasis di Inggris. Gerakan ini dibentuk oleh Roger Hallam dan Gail Bradrook pada tanggal 31 Oktober 2018, bertujuan untuk mitigasi perubahan iklim, konservasi dan perlindungan lingkungan. Gerakan ini lahir sebagai akibat ketidakpuasan masyarakat terhadap penanganan masalah lingkungan oleh pemerintah.Secara umum XR memiliki tiga tuntutan utama diantaranya tell the truth yakni mereka menuntut pemerintah untuk menyebarkan kebenaran mengenai situasi kritis perubahan iklim dan mendeklarasikan darurat iklim. Tuntutan kedua yaitu act now, dimana pemerintah dituntut berkomitmen untuk mengatasi permasalahan lingkungan dengan mengurangi emisi GRK menjadi nol pada tahun 2025. Terakhir, beyond politics yakni menuntut pemerintah membentuk majelis warga (citizens’ assembly) yang dipilih secara adil dan representative untuk mengawasi sekaligus mendampingi perubahan-perubahan kebijakan sebagai bentuk dari demokrasi. read more

KHDPK: Pendekatan Modern Tuk Selamatkan Hutan Jawa

Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) merupakan suatu kebijakan yang dibuat sebagai suatu terobosan untuk mengatasi permasalahan masyarakat di kawasan hutan Jawa. KHDPK menjadi realisasi mandat UU Cipta Kerja dalam pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan yang diturunkan dalam PP 23 tahun 2021 tentang penyelenggaraan kehutanan[1]. Sekitar seluas 1,1 juta hektare lahan hutan di Jawa telah ditetapkan sebagai kawasan yang dikelola dibawah kebijakan tersebut. Lahan yang menjadi KHDPK tersebut meliputi kawasan hutan negara yang memiliki fungsi sebagai hutan produksi serta hutan lindung. Lahan tersebut berasal dari wilayah kelola Perum Perhutani yang tersebar di seluruh penjuru Pulau Jawa baik di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, maupun Banten. Dengan demikian penerapan kebijakan KHDPK selain diharapkan mampu merehabilitasi lahan kritis di Pulau Jawa juga diharapkan mampu membantu Perum Perhutani sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk lebih fokus pada bisnis usahanya [2][3]. read more

Suatu Langkah Penyelamatan Hutan Jawa

Kerusakan hutan adalah suatu peristiwa yang terjadi karena berkurangnya luasan areal hutan yang disebabkan oleh kerusakan ekosistem hutan yang bisa disebut dengan degradasi hutan. Kerusakan hutan yang terjadi di Jawa dapat mengganggu keseimbangan ekosistem yang tidak hanya berdampak bagi manusia tetapi juga satwa. Beberapa jenis satwa akan mencari tempat hidup yang lebih sesuai jika habitat aslinya telah rusak. Contoh satwa adalah Macan Tutul Jawa (Panthera pardus melas) yang keberadaannya mulai langka sebagai akibat dari penyusutan luas hutan. Populasi satwa akan semakin menurun seiring dengan tingginya laju deforestasi. [1] read more

KHDTK Getas-Ngandong Dalam Upaya Penyelamatan Hutan Jawa

Berbicara mengenai pengelolaan kawasan hutan. Saat ini telah ada aturan baru yang dikeluarkan Menteri LHK tentang Penetapan Kawasan Hutan dan Pengelolaan Tertentu (KHDPT), dimana dalam pembagiannya terdiri dari tiga jenis pengelolaan,diantaranya: Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK), Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan (KHKP), dan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK).  

Aturan yang dikeluarkan oleh Menteri LHK mengenai Kawasan Hutan demgan Pengelolaan Khusus mengalami banyak penolakan. Salah satunya oleh Forum Penyelamatan Hutan Jawa (FPHJ) dengan melayangkan petisi kepada Presiden RI dan Menteri LHK. Isi dari petisi tersebut dibacakan oleh Ketua FPHJ pada tanggal 20 Mei 2022. Berdasarkan penuturan Ketua FPHJ dalam CNN Indonesia, pihak FPHJ khawatir akan timbul konflik agraria akibat dari polemik peraturan baru ini. FPHJ memiliki pandangan bahwasannya KLHK tidak dapat serta merta mengambil alih hutan karena menganggap pengelolaan oleh Perhutani kurang maksimal, sementara penerima lahan yang diambil alih tersebut belum jelas. Keadaan yang tidak jelas ini dikhawatirkan akan dimanfaatkan pihak yang ingin mengambil keuntungan dari peristiwa ini, seperti memperjual belikan atau bahkan mengeksploitasi lahan. Perlu adanya kejelasan dari kata “khusus” yang disematkan dalam aturan baru tersebut. Pihak FPHJ menginginkan pemaparan yang detail dan terbuka serta grand design KHDPK, mereka tak ingin aturan baru tersebut justru mengabaikan potensi kerusakan alam1. Petisi penyelamatan hutan Jawa juga mendapatatkan dukungan dari Minaqu Indonesia. CEO minaqu, Ade Wardhana menilai, Pemerintah seharusnya berperan penting dalam menjaga kelestarian hutan. Alih fungsi hutan lindung dan hutan produksi menjadi KHDPK akan mengurangi kawasan hutan dikarenakan mengarah pada pertanian hortikultura. Dikhawatirkan aturan baru ini bukannya memperbaiki pengelolaan hutan Jawa, tetapi menambah masalah baru yang mempengaruhi stabilitas ekonomi, social, politik, dan keamanan 4.  read more

Reka Bentuk Penyelamatan Hutan Jawa

           Menurut Hamel dan Prahalan, strategi adalah tindakan yang bersifat incremental (berkembang sedikit demi sedikit secara teratur) dan dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan “pelanggan” atau “konsumen” di masa depan. Sehingga, strategi ini selalu dimulai dengan pertanyaan “apa yang dapat terjadi” di masa depan [1]. Dalam memformulasikan pertanyaan tersebut maka setidaknya seseorang perlu memahami “big capture” terhadap strategi yang ingin dibuat. Dalam hal ini yaitu sektor kehutanan, dimana sektor kehutanan adalah sistem dinamis dan terbuka dari pengaruh luar. Sektor kehutanan selalu dikelilingi oleh ketidakpastian dan sifatnya evolusioner. Kemudian, sektor ini juga melibatkan beberapa sektor lain dalam proses perjalanannya. Terdapat banyak rangkaian transformasi sumber daya, aktivitas, serta output yang menghubungkan sektor kehutanan dengan sektor lainnya, sehingga dalam proses pengambilan keputusan atau penyusunan strategi berdasarkan analisis parsial dapat menyesatkan. read more

Peran KHDTK dalam Menjalankan Tridharma Perguruan Tinggi

Tahukah kamu apa itu Getas ?

Seperti di postingan sebelumnya KHDTK Getas merupakan unit pengelolaan hutan yang dinaungi oleh Fakultas Kehutanan UGM dengan status penetapannya sebagai kawasan konservasi dan pendidikan. Namun tahukah kalian selain penetapan kawasan tersebut ternyata KHDTK UGM mempunyai peran dalam mendorong civitas akademika terutama di Fakultas UGM untuk memenuhi kewajibannya dalam menjalankan perannya untuk menjalankan tiga pilar tri dharma perguruan tinggi yang terdiri dari Pendidikan dan  pembelajaran, Penelitian dan pengembangan, serta pengabdian kepada masyarakat. read more

Peralihan Kawasan Hutan Getas dan Ngandong menjadi KHDTK

Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Getas-Ngandong merupakan hutan yang terletak diantara dua wilayah administratif yaitu Blora, Jawa Tengah dan Ngawi, Jawa Timur. Kawasan tersebut memiliki sejarah pilu sebagai konsekuensi pengembangan infrastruktur dari program Koridor Ekonomi Jawa dalam Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Kawasan ini merupakan daerah yang terkena dampak penjarahan kayu di masa itu1. Permasalahan yang terjadi pada Getas dan Ngandong seperti pencurian kayu, perusakan areal rehabilitasi, dan alih fungsi lahan menjadi pertanian mendorong kerusakan kawasan tersebut. Ditambahnya permasalahan sosial, seperti kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan2 juga memperkeruh keadaan dalam pengelolaan hutan di wilayah tersebut. Selain itu, metode pengelolaan hutan yang dilakukan Perum Perhutani dirasa kurang tepat sasaran karena berorientasi pada pemanfaatan hasil kayu saja sehingga diperlukan usaha yang keras untuk dapat menjadikan kawasan tersebut menjadi hutan yang berbasis ekosistem.  read more