Awal bulan September adalah sebuah kesedihan melanda Indonesia khusunya hutan. Hutan yang selama ini menanggung beban CO2 yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor, pabrik-pabrik yang tak tahu menjaga lingkungan, sekarang malah ditambah lagi bebannya sehingga hutanpun berduka. Hutan yang kini semakin menipis dan ditambah lagi musibah yang menimpanya menyebabkan dampak-dampak yang sangat luar biasa dan merugikan masyarakat yang ada di sekitarnya. Duka yang dirasakan oleh hutan dan Indonesia yaitu kebakaran hutan dan asap akibat dampak yang dihasilkannya.
Kebakaran hutan merupakan faktor ekologi potensial yang mempengaruhi hampir seluruh ekosistem daratan. Proses terjadinya kebakaran hutan sebenarnya akibat penyalaan bahan-bahan organik kering yang ada di dalam hutan (Widyastuti S.M dan Sumardi, 2004). Kebakaran hutan menyebabkan dampak yang terjadi begitu besar. Walaupun frekuensi kebakaran hutan itu jarang namun dampak yang ditimbulkan dari kebakaran hutan dapat menyebabkan keseimbangan ekosistem terganggu. Kita dapat melihat langsung akibat yang ditimbulkan seperti kematian tumbuhan, satwa, maupun asap yang ditimbulkan dapat mengganggu kehidupan manusia. Pengaruh api yang tidak terkontrol dan pengaruh dari faktor-faktor pendukung dapat menyebabkan kebakaran hutan pun semakin merambah luas sehingga tempat yang seharusnya jauh dari kebakaran pun dapat dengan mudah ikut terbakar.
Sumber utama dari kebakaran hutan adalah pengendalian api oleh manusia karena mereka kurang menyadari dan kelalaian dari manusia yang selama ini hanya mementingkan kepentingannya untuk merambah hutan, membuat kebun-kebun sawit, dan keegoisan pribadi semata. Mereka membakar hutan dengan seenaknya tanpa memikirkan apa yang akan terjadi akibat ulah mereka itu. Namun tak hanya manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab yang menjadi faktor-faktor kebakaran hutan. Kebakaran hutan dapat didukung oleh faktor iklim, topografi, bahan bakar, dan pengelolaan kawasan yang tidak baik (Widyastuti S.M dan Sumardi, 2004). Faktor-faktor inilah yang dapat mendukung proses pembakaran semakin cepat apalagi ketika musim kemarau. Adapun dampak dari kebakaran hutan itu ada yang positif dan negatif. Dampak negatif dari kebakaran hutan adalah :
- Kerusakan vegetasi dan satwa. Kebakaran hutan dapat menyebabkan tingkat kerusakan yang bervariasi pada pohon-pohon utama penyusun hutan. Kematian satwa pun tak terhindarkan lagi dan berpindahnya satwa ke tempat lain.
- Kerusakan ekosistem. Kebakaran hutan dapat menyebabkan dampak yang serius bagi lingkungan sekitar baik itu kerusakan pada tempat rekreasi yang indah, dapat merusak padang penggembalaan juga, dan lain-lain.
- Kerusakan lain yang merugikan seperti pada kesehatan, pernurunan kualitas udara, dan lain-lain.
Dampak positif dari kebakaran hutan :
- Pembersihan lahan. Kebakaran hutan dapat menyiapkan lahan lebih mudah tanpa mengeluarkan dana yang besar.
- Pengaturan akumulasi seresah atau bahan bakar. Kebakaran hutan dapat menyebabkan bahan bakar yang ada di dalam hutan sedikit demi sedikit telah berkurang dan diatur kembali.
- Membantu kegiatan silvikultur. (Widyastuti S.M dan Sumardi, 2004)
Kebakaran hutan di Indonesia memang sering terjadi setiap tahunnya. Namun setiap tahunnya mengalami peningkatan sejak tahun 2010-2015. Di Jambi contohnya, di tahun 2010 lahan yang terbakar seluas 2,5 ha dan pada tahun 2014 meningkat menjadi 3.470 Ha (Kompas.com, Senin 14 September 2015, Kabut Asap Kebakaran Hutan, Setengah Abad Kita Abai). Kita dapat melihat bahwa kebakaran hutan memang telah terjadi setiap tahunnya namun semakin lama maka luas lahan yang terbakar pun semakin meningkat. Penyebab kebaran hutan yang kini kian merambah daerah Sumatera dan Kalimantan adalah alih fungsi lahan yang semakin lama semakin meningkat dari hutan menjadi perkebunan dan hutan tanaman industri yang menyebabkan lahan gambut semakin lama semakin mengering. Ahli hidirologi dari Universitas Sriwijaya, Momon Sodik Imanuddin, mengatakan, akar dari kebakaran lahan gambut di Sumatera Selatan adalah adanya pengeringan berlebih dan tidak terkendali tersebut (Kompas.com, Senin 14 September 2015, Kabut Asap Kebakaran Hutan, Stengah Abda Kita Abai). Peningkatan ini menyebabkan kabut asap juga semakin meningkat. Dampak dari kabut asap yang ditimbulkan akibat dari kebakaran hutan yang terjadi di provinsi Sumatera dan Kalimantan semakin hari semakin serius. Seperti yang dikutip oleh Kompas, Kamis, 8 Oktober 2015, kabut asap dari mata satelit NASA memperlihatkan betapa buruknya kabut asap yang ada di pulau Sumatera dan Kalimantan. Kabut asap yang terlihat tertiup angin ke utara sehingga menyelimuti wilayah Singapuran Malaysia. Wilayah tersebut sebagian besar tertutup oleh tebalnya asap sehingga kita tidak bisa melihat secara utuh pulau tersebut. Asap tersebut membuat jarak pandang yang ada di wilayah tersebut semakin berkurang, sehingga membuat arus transportasi pun terganggu. Tebalnya asap juga dapat mengganggu kondisi fisik dari manusia. Udara yang kotor akibat ditimbulkan oleh asap dapt membuat penyakit gangguan pernafasan seperti ISPA sudah mulai menyebar kesetiap elemen baik itu orang dewasa maupun anak-anak sekalipun. Hal ini sangatlah berbahaya bagi pernafasan karena tubuh hanya memperoleh sedikit oksigen yang seharusnya membantu melancarkan peredaran darah. Seperti yang ditulis pada Sindonews.com, Sabtu 3 Oktober 2015, 4.113 warga Ogan Komering Ilir telah menderita ISPA yang mengganggu kesehatan mereka.
Kebakaran hutan juga menyebabkan pengaruh pada kondisi sosial dan ekonomi dari daerah yang disekitarnya. Kebakaran hutan dapat menyebabkan masyarakat yang menggantungkan hidupnya di hutan kini akan menempuh kesusahan. Mereka tidak bisa lagi memanen hasil hutan karena kayu yang mereka tanam telah terbakar dan hasil hutan non kayu seperti madu bakal habis terbakar. Jarak pandang yang sangat terbatas menghambat jalur transportasi terutama pada penerbangan dan jalur darat sehingga proses-proses pendistribusian sembako maupun bahan bakar akan terhambat. Sekolah-sekolah pun ditutup sehingga menghambat dari siswa yang ingin menempuh pendidikan.
Peran pemuda dalam menanggulangi kebakaran hutan memang sangatlah terbatas. Masalahnya kita hanya sebagai akademisi yang posisinya tidak bisa mengambil suatu keputusan dalam kebijakan. Namun disana peran kita dalam mengatasi kebakaran dapat berupa melakukan sebuah riset yang nantinya dapat digunakan untuk membantu masyarakat di wilayah yang terkena dampak kebakaran hutan seperti membuat alat pembantu pernafasan, sosialisasi tentang menjaga pengelolaan hutan dan mengatasi bencana kebakaran hutan, maupun kita dapat mendesak pemerintah untuk menanggulangi kebakaran hutan. Kita juga sebagai pemuda bisa terjun ke lapangan untuk memberikan bantuan berupa perawatan dan sebagainya.
source :
The International Conference on Science and Technology 2015, 11-13 November
2015
http://icst.ugm.ac.id/
=&0=&
=&0=&
=&2=&
=&3=&
=&4=&
=&5=&
=&6=&
=&7=&
=&8=&
=&9=&
=&10=&
=&11=&