Program mandatori blending merupakan pencampuran antara bahan bakar nabati ke dalam bahan bakar minyak. Program B30 sendiri merupakan bagian dari program pemerintah untuk mewajibkan pencampuran 30% Biodiesel dengan 70% bahan bakar minyak jenis Solar. Biodiesel adalah bahan bakar nabati untuk aplikasi mesin/motor diesel berupa ester metil asam lemak (fatty acid methyl ester/FAME). Biodiesel terbuat dari minyak nabati atau lemak hewani melalui proses esterifikasi/transesterifikasi. Untuk saat ini, di Indonesia bahan baku biodiesel berasal dari Minyak Sawit (CPO). Biodiesel banyak digunakan sebagai energi alternatif pengganti Bahan Bakar Minyak untuk jenis diesel/solar. Biodiesel dapat diaplikasikan baik dalam bentuk B100 (100%) atau campuran dengan minyak solar pada tingkat konsentrasi tertentu seperti B30 yang sedang diterapkan tahun ini. Indonesia sendiri memiliki target untuk memproduksi B100 sepenuhnya pada tahun 2024.
Program mandatori biodiesel sudah mulai diterapkan dari tahun 2008 dengan kadar campuran biodiesel sebesar 2,5%. Secara bertahap kadar biodiesel meningkat hingga 7,5% pada tahun 2010. Pada periode 2011 hingga 2015 persentase biodiesel ditingkatkan dari 10% menjadi 15%. Selanjutnya pada tanggal 1 Januari 2016, ditingkatkan kadar biodiesel hingga 20% (B20), dan pada awal 2020 ditingkatkan menjadi 30% (B30). Kemudian berdasarkan penelitian yang ditulis oleh Febriansyah dkk (2020), pengujian biodiesel sudah sesuai parameter yang direvisi, dan laboratorium biodiesel sebagai alat penilaian kesesuaian standar biodiesel telah tersedia, memberikan kepercayaan diri terkait kesiapan Indonesia untuk menerapkan B30.
Jika dilihat dari sisi ekonomi, B30 disebut terbukti meningkatkan serapan serapan minyak sawit di dalam negeri dan menjadi penyeimbang antara produksi dan permintaan, di tengah lesunya pasar ekspor sawit. Alhasil, tren harga sawit terus positif hingga akhir 2020. Indonesia memang dikenal sebagai wilayah dengan pasokan produk minyak sawit mentah yang penting bagi dunia. Targetnya, mandatori biodiesel akan menyerap pemakaian minyak sawit 9,2 juta kiloliter pada 2021. Dari laporan “Indonesia Palm Oil Report” pun menyatakan bahwa pada tahun ini saja, volume B30 yang dibutuhkan bisa mencapai 9,59 juta kiloliter dan ini bisa menghemat devisa sampai $5,13 miliar (Rp63,39 triliun). Selain itu, produksi pada level tersebut mampu mempertahankan tenaga kerja sebanyak 1,2 juta di perkebunan dan dan 5.055 diluar perkebunan serta mengurangi efek gas rumah kaca sebanyak 14,25 juta ton CO2.
Tetapi jika dilihat dari sisi kelestarian lingkungan, terdapat satu hal yang perlu dikhawatirkan, dimana saat ini sudah mencapai tahap b30, menuju B40 hingga B100, kebijakan dinilai berisiko meningkatkan ekspansi lahan sawit untuk memenuhi kebutuhan lahan, kemudian apakah dari program tersebut akan memperparah deforestasi, menghilangkan biodiversitas, serta menimbulkan konflik agraria baru. Menurut Papilo dkk (2017), Melalui analisis dengan perancangan model matematis, telah diperolehi bahwa secara bertahap, dari hingga tahun 2030 terjadi peningkatan kebutuhan bahan bakar nabati sebesar 14,79 juta kiloliter. Sebagai upaya memenuhi kebutuhan bahan bakar nabati tersebut diperlukan lahan perkebunan kelapa sawit seluas 35,2 juta ha serta peningkatan emisi CO2 5,41 Gg t CO2. Kebijakan mandatori biodiesel diproyeksikan akan meningkatkan kebutuhan CPO dalam negeri. Tanpa adanya skema switching demand dari alokasi ekspor, defisit CPO diperkirakan akan terjadi dalam beberapa tahun mendatang. Kurangnya program intensifikasi untuk meningkatkan produktivitas, berpotensi meningkatkan risiko ekspansi lahan untuk perkebunan sawit (LPEM FEB UI, 2020). Kemudian menurut LPEM, risiko lingkungan yang berpotensi muncul berkaitan dengan ekspansi lahan terkait dengan tiga skenario saat CPO mulai defisit. Contohnya, pada tahun ini memerlukan 1,69 juta hektar ekspansi lahan untuk memenuhi kebutuhan B50. Kemudian pada tahun 2022 diperkirakan membutuhkan 1,11 juta hektar lagi. Selain potensi ekpansi lahan, kompetisi lahan untuk kepentingan pangan, energi pun berpotensi untuk muncul. Lebih lanjut, berdasarkan catatan Greenpeace, lima perusahaan yang mensuplai B30 mendapat dana BPDPKS, juga merupakan perusahaan yang melakukan deforestasi hingga menyebabkan kebakaran berulang dalam konsesi pada 2015-2019, dimana hal tersebut sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan Policy Paper dengan judul Kebijakan Pengembangan Biodiesel Berbasis Sawit oleh Rumboko dkk (2020), yang diterbitkan oleh Pusat Litbang Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim, menyatakan bahwa risiko peningkatan kebutuhan lahan dari konversi kawasan hutan dapat dihindari dengan kebijakan strategis dan katub pengaman untuk menekan konversi lahan, diantaranya reformasi tata kelola sawit dengan one-map policy, penerapan Good Agricultural Practices dan program peremajaan sawit rakyat, dan moratorium sawit. Tetapi belum lama ini, terdapat dugaan korupsi senilai 684 miliar lebih di Aceh terkait korupsi program peremajaan sawit. Pengembangan bahan baku alternatif pun perlu dikembangkan lebih dalam, tanaman lain yang berpotensi untuk bahan baku biodiesel antara lain tanaman jarak, jarak pagar, kemiri sunan, kemiri cina, nyamplung dan lain-lain untuk menghindari ekspansi lahan sawit. Dari berbagai kebijakan strategis yang telah dibuat oleh pemerintah tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh komitmen bersama antara petani sawit dan korporasi agar tidak ada distorsi implementasi kebijakan di lapangan, dan perlu didukung oleh berbagai pihak yang terlibat dari pusat hingga ke desa. Sehingga nilai sawit tetap terjaga dan berkontribusi untuk devisa negara, dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.
Daftar Pustaka :
Febriansyah, H., Utomo, F. B., & Suminto, S. 2020. The Readiness of Indonesia to Implement Blended Biodiesel B30. In E3S Web of Conferences (Vol. 190, p. 00013). EDP Sciences.
LPEM FEB UI. 2020. Risiko Kebijakan Biodiesel dari Sudut Pandang Indikator Makroekonomi dan Lingkungan. Jakarta: Indonesia.
Papilo, P., & Hartrisari, H. 2017. Model Prediksi Dampak Penerapan Kebijakan Mandatori Blending terhadap Kebutuhan Lahan dan Tingkat Emisi CO2 Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. In Seminar Nasional Teknologi Informasi Komunikasi dan Industri (pp. 561-573).
Rumboko W, Lukas., Nurul Silva Lestari., Yanto Rochmayanto. 2020. Policy Paper Kebijakan Pengembangan Biodiesel Berbasis Sawit: Mungkinkah Tanpa Peningkatan Konversi Kawasan Hutan?. Pusat Litbang Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim.