Hutan memiliki beragam manfaat dan merupakan aset penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Menurut data KLHK (2023), Luas hutan di Indonesia per tahun 2022 mencapai 96 juta hektar, atau 51,2% dari total luas daratan Indonesia. Total luasan ini semakin menurun diiringi semakin tingginya kebutuhan masyarakat akan lahan. Salah satu penyebab menurunnya luasan hutan yaitu kegiatan deforestasi. Deforestasi menurut FAO (1990) yaitu hilangnya areal tutupan hutan secara permanen maupun sementara. total luas areal hutan dan lahan yang telah hilang per tahun 2021-2022 mencapai 119,14 ribu hektar namun Pemerintah Indonesia melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) telah berhasil mengembalikan 15,4 ribu hektar lahan hutan yang hilang akibat deforestasi (KLHK, 2023).
(Deforestasi. Sumber: Betahita)
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 10 Tahun 2022 mendefinisikan RHL sebagai suatu upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan dalam menjaga produktivitas dan menjaga sistem penyangga kehidupan. Berbagai program rehabilitasi telah diterapkan oleh pemerintah secara intensif melalui Departemen Kehutanan yang sekarang berubah nama menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 1983 dengan tujuan mengembalikan produktivitas lahan hutan dan melestarikan ekosistem hutan (Nawir dkk., 2008). Hingga saat ini, rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) merupakan salah satu strategi prioritas pemerintah Indonesia dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 untuk membangun lingkungan hidup serta meningkatkan ketahanan bencana dan perubahan iklim (Pattiro, 2022).
Langkah Pelibatan Masyarakat dalam Program RHL
(Sumber: Pattiro.org)
Pelibatan masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi merupakan kunci dari keberhasilan program RHL. Salah satu kisah keberhasilan RHL dengan melibatkan masyarakat secara aktif melalui pendekatan kearifan lokal berada di Desa Sumberejo, Kecamatan Batuwarno, Wonogiri. Lahan desa yang semulanya kritis berubah menjadi hamparan hutan rakyat seluas 142 Ha dengan munculnya berbagai sumber mata air baru di daerah tersebut. Kegiatan RHL dan konservasi tanah yang dilakukan harus menyeimbangkan aspek teknis dengan sosial budaya masyarakat setempat (Ekawati, 2006).
Studi kasus program Rehabilitasi Hutan dan Lahan lainnya saat ini sedang berjalan dilaksanakan oleh PT. Bukit Asam Tbk. melalui SK Menteri LHK No. 5000/MenLHK-PDASHL/KTA/DAS.1/7/2021, dimana PTBA sebagai pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) melaksanakan kegiatan rehabilitasi DAS di Kawasan Bukit Menoreh, Kabupaten Wonosobo seluas 344 Ha. PTBA melakukan rehabilitasi DAS di sekitar Kawasan Pariwisata Borobudur untuk mendukung pengembangan destinasi wisata super prioritas (DPSP). Rehabilitasi ini bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan, sumber daya air, dan produktivitas masyarakat sekitar. Pelaksanaan RHL ini dilaksanakan secara partisipatif dengan mempertimbangkan preferensi masyarakat untuk mewujudkan aspek sustainability-manageability. Dampak program RHL diharapkan tidak hanya terbatas pada perbaikan lingkungan tetapi diharapkan berpengaruh positif pada kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat (Surtiani & Budiati, 2015).
Referensi:
Pattiro. 2022. Pelibatan Masyarakat dalam Implementasi Rehabilitasi Hutan Lahan (RHL) di Kalimantan Timur. URL:
Surtiani & Budiati. 2015. Evaluasi Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Juwana pada Kawasan Gunung Muria Kabupaten Pati. Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota. Volume 11(1): 117-128. https://doi.org/10.14710/pwk.v11i1.8662
Ekawati, S. 2006. Kearifan Lokal Petani dalam Merehabilitasi Lahan Kritis (Studi Kasus di Desa Sumberejo, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri). Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. Vol 3(3): 205-214. http://dx.doi.org/10.20886/jpsek.2006.3.3.205-214
Nawir, A. A., Murniati, dan Rumboko, L. 2008. Rehabilitasi Hutan di Indonesia: Akan kemanakah arahnya setelah lebih dari tiga dasawarsa?. Center for International Forestry Research (CIFOR). Bogor.