Dalam banyak kasus dimana terlibatnya masyarakat dalam pengelolaan hutan banyak menimbulkan perbedaan terutama di bidang gender. Dalam pengelolaan hutan laki-laki dan perempuan memiliki porsi peran yang berbeda-beda, baik dalam penentuan pekerjaan maupun dalam kegiatan yang harus dijalankan dalam pengelolaan hutan, yaitu tata kelola kawasan, tata kelola kelembagaan, dan tata kelola usaha. Selama ini peran perempuan dalam pengelolaan sumberdaya hutan masih belum terlihat secara jelas dan dalam pengelolaan hutan peran perempuan masih dikatakan kurang. Dari hasil penelitian CIFOR 2013 menyatakan bahwa partisipasi perempuan diragam kegiatan kehutanan serta dalam kehutanan skala besar masih kurang, sehingga gambaran yang tepat mengenai keterlibatan perempuan sulit didapatkan. Hal ini menyiratkan bahwa peran perempuan dalam sektor kehutanan tidak terlihat.
Pembinaan perempuan untuk meningkatkan peran aktif dalam proses pembangunan sesuai dengan kodrat dan martabatnya sebagai mitra sejajar dengan laki-laki sudah berhasil menjangkau sebagian besar perempuan. Peningkatan kualitas dan iklim sosial budaya yang lebih mendukung bagi perempuan perlu dilakukan untuk mengembangkan diri dan perannya dalam berbagai dimensi kehidupan. Dalam usaha peningkatan kedudukan kedudukan peran perempuan dalam pembangunan, hal yang perlu diperhatikan adalah keanekaragaman perempuan Indonesia dalam kebutuhan, kepentingan, dan apresiasi mereka. Demikian halnya dalam pembangunan kehutanan, antara laki-laki dan perempuan harus juga mendapatkan kesempatan yang sama dalam bentuk prioritas, walaupun keduanya merupakan sumberdaya manusia yang melaksanakan praktek silvikultur dan pengelolaan hutan. Perempuan dan laki-laki mempunyai kemampuan spesifik yang berbeda sehingga peranan mempengaruhi peluang dan kontrol terhadap sumberdaya manusia. Analisis gender diperlukan untuk memperoleh informasi tentang hal tersebut dan digunakan untuk dasar penyusunan rencana dalam program pembangunan.
Peran perempuan dalam pengelolaan sumber daya hutan dapat dioptimalkan potensinya diantaranya yaitu perempuan dapat berperan dalam pengoptimalan pemanfaatan hasil hutan di sekitarnya, seperti pembuatan kain tenun yang berasal dari ulat sutera, produksi madu, dan sebagainya. Perempuan dapat menjadi salah satu aktor dalam memberikan pandangan program pembangunan dan sumbangsih inovasi dalam pemanfaatan sumber daya hutan. Perempuan dapat menjadi bagian dari organisasi atau lembaga dalam pengelolaan hutan, bahkan menjadi koordinator atau ketua dari lembaga pengelolaan hutan tersebut. Selain itu, perempuan juga memiliki peran penting dalam mengambil bagian pengelolaan lahan hutan dan penentuan jenis tanamannya di kawasan hutan.
Terdapat beberapa aspek yang mempengarui keterlibatan perempuan dalam kelembagaan dan pengelolaan sumber daya hutan, antara lain yaitu aspek sosial, aspek budaya, dan aspek agama. Dalam aspek sosial, masyarakat seringkali menganggap bahwa perempuan masih kurang mampu mengurus kelembagaan sehingga perempuan tidak dilibatkan menjadi pengurus dalam kelembagaan hutan. Selain itu, sosial masyarakat masih terdapat anggapan bahwa perempuan lemah dan terkadang perempuan sendiri mengganggap dirinya tidak mampu berpatisipasi penuh dalam pengelolaan sumber daya hutan. Padahal, dalam kenyataannnya ada beberapa perempuan yang dapat mengerjakan pekerjaan yang porsinya sama dengan laki-laki. Dalam aspek budaya, secara turun temurun perempuan dianggap hanya sebatas mengurus rumah tangga. Dalam kegiatan tata kelola kelembagaan, perempuan sangat kurang berperan aktif dalam pengelolaan hutan. Contohnya, saat mengadakan pertemuan, perempuan hanya berpartisipasi dalam menyediakan makanan dan minuman untuk tamu. Selain itu, masyarakat juga masih memiliki kepercayaan bahwa perempuan tidak boleh meninggalkan rumah malam-malam sehingga saat ada pertemuan kelompok malam hari akan jarang ditemukan perempuan. Sedangkan dalam aspek agama, perempuan dianjurkan untuk mengikuti perkataan suami. Sedangkan, para suami juga belum tentu memberikan kelonggaran terhadap para istri (perempuan) dalam kegiatan pengelolaan hutan.
Melihat kemampuan perempuan dalam mengembangkan potensi dirinya, perempuan memiliki posisi yang sama dengan laki-laki. Perempuan juga memiliki hak untuk bekerja seperti halnya yang dilakukan laki-laki. Dalam bidang kehutanan sendiri, perempuan dapat memiliki peran seperti melakukan pemanfaatan sumberdaya hutan secara maksimal dengan usaha ekonomi, memberikan pandangan dan pemikirannya dalam menyikapi sumberdaya hutan, merumuskan program dan arah pembangunan kehutanan, mengelola lahan garapan, aktif dalam organisasi pengelolaan hutan, serta berbagai peran lain yang bisa dilakukan oleh perempuan.
Daftar Pustaka
Awang, San Afri dan Wahyu Tri Widayanti. 2012. Buku Ajar Partisipasi dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta.
CIFOR. 2013. Hutan dan Gender. Diakses pada 4 Mei 2021.
Hadi, H. 2018. Analisis dampak pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Desa Sapit Kecamatan Suela Kabupaten Lombok Timur. Geodika: Jurnal Kajian Ilmu dan Pendidikan Geografi, 2(1), 9-21.
KLHK dan UNDP. 2018. Penyelamatan Hutan Tersisa di Luar Kawasan Hutan untuk Kemakmuran Bersama (Seri 4. Pengarusutamaan Gender dalam Kebijakan Pemerintah dan Implementasinya dalam Menjaga Hutan di Luar Kawasan Hutan). Project Manajement Unit. Jakarta
Listiya, Nur A. 2017. Peran Perempuan dalam Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan Senggigi Kabupaten Lombok Barat. Universitas Mataram. Mataram.