Lompat ke konten

PENGUSAHAAN HUTAN : HUTAN TANAMAN INDUSTRI DAN HUTAN ALAM

Oleh : Ardan Ceantury

 Hutan Tanaman Industri (HTI) adalah perkebunan kayu monokultur skala besar  yang ditanam dan dipanen untuk produksi bubur dan bubur kertas. Pohon-pohon seperti Eucalyptus dan Akasia ditanam melebihi batas produktivitas alami, dengan kecepatan tumbuh dan toleransi tinggi terhadap lahan terdegradasi. Kayu yang dihasilkan dari perkebunan ini digunakan secara luas sebagai bahan bakar dan konstruksi serta produksi kertas dan kain seperti rayon.Pembangunan hutan tanaman skala besar di Indonesia dimulai pada pertengahan tahun 1980-an akibat meningkatnya kebutuhan kayu untuk industri serta menurunnya pasokan kayu dari hutan alam. Prihadi (2010) menyebutkan bahwa Pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI) melalui skema HPHTI (Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri) telah dimulai sejak tahun 1986 (SK Menhut No.320/Kpts -II/1986). Pembangunan HTI bertujuan untuk menunjang pertumbuhan industri perkayuan melalui penyediaan bahan baku dalam jumlah dan kualitas yang memadai dan berkesinambungan. (menurut Forest Watch Indonsia ).sampai sekarang Hingga tahun 2013, pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT), telah menghabiskan sekitar 10 juta ha daratan Indonesia. Peningkatan yang signifikan bila dibandingkan dengan 1,13 juta ha pada tahun 1995. Dalam waktu kurang dari 20 tahun tersebut, dari 9 unit HTI bertambah menjadi 252 unityang masih memegang hak pengusahaan sampai sekarang. Menurut peraturan KLHK pengaturan IUPHHK-HTI diberikan dalam jangka waktu 60 tahun dan dapat diperpanjang sekali selama 35 tahun. Dan setelahnya tidak ada lagi perpanjangan izin. Evaluasi dilakukan oleh Menteri Kehutanan setiap 5 tahun sekali.

Source : Ensiklopedia jurnal bumi

Dan satu lagi pengusahaan hutan yaitudulu namanya adalah HPH, sekarang dikenal dengan IUPHHK-HA. Izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam hutan alam pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan dan pemasaran. Sampai dengan tahun 2007 kemarin sudah ada320 Unit IUPHHK-HA/HPH dengan luas hutan mencapai 27,5 juta HA.Dalam peta jalan (roadmap) pembangunan hutan produksi tahun 2016 – 2045, disebutkan bahwa untuk mengoptimalkan hutan produksi salah satu langkahnya adalah dengan meningkatkan produktivitas hutan alam dan membangun hutan tanaman dari tahun 2016 hingga 2045. Luas lahan yang dibutuhkan sekitar 17,05 juta hektar tanaman dan diprediksi dapat menghasilkan kayu bulat mencapai 572 juta m3/tahun. Sementara untuk hutan alam, pengelolaannya perlu dilakukan secara optimal pada areal seluas 20 juta hektar sehingga menghasilkan kayu bulat sekitar 28 juta m3 per tahun.

Tabel 1. Perkembangan Usaha Konsesi Hutan Alam

Source : www.LESSTARI –INDONESIA.org

Dalam kondisi yang sekarang ini pengusahaan hutan seperti sudah tidak terkendali,begitu banyak, hal ini terjadi karena begitu mudahnya negara atau pemerintah dan institusi terkait dalam mengeluarkan pemberian ijin pengusahaan. Seperti contoh dalam kasus pembukaan ijin HTI di riau dalam penelitian skripsi Risa Anjarsari menyebutkan bahwa Selama ini pemberian izin untuk HTI yang dikeluarkan bupati di Riau sudah tidak terkendali dan banyak yang bermasalah karena tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal tersebut diperparah dengan lemahnya kontrol di lapangan sehingga terjadi kasus pembalakan liar yang diungkap Kepolisian Daerah Riau yang menyeret pihak perusahaan HTI sebagai tersangka (Kapanlagi.com, 2008). Selain itu, penghentian tersebut dinilai dapat meredam munculnya konflik antara pihak perusahaan dan masyarakat. Selama ini banyak permasalahan yang timbul karena tanah adat dialihfungsikan menjadi HTI.

Menurut PP nomor 7 tahun 1990 mengenai hak pengusahaan hutan tanaman industri, HTI merupakan hutan tanaman yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. Tujuan pengusahaan HTI adalah menunjang pengembangan industri hasil hutan dalam negeri guna meningkatkan nilai tambah dan devisa, meningkatkan produktivitas lahan dan kualitas lingkungan hidup, serta memperluas lapangan kerja dan lapangan usaha (PP Nomor 7 1990, pasal 2). Adanya pembangunan HTI maka diharapkan dapat menyelamatkan hutan alam dari kerusakan karena HTI merupakan potensi kekayaan alam yang dapat diperbaharui, dimanfaatkan secara maksimal dan lestari bagi pembangunan nasional secara berkelanjutan untuk kesejahteraan penduduk. Pembangunan HTI mempunyai 3 sasaran utama yang dapat dicapai yakni sasaran ekonomi, ekologi dan sosial (Iskandar, 2005)

Pengusahaan hutan tanaman dan hutan alam diyakini dapat menjadi pemicu kemajuan ekonomi Indonesia, kemajuan ekonomi juga di pengaruhi lancarnya industri-industri yang mampu memenuhi kebutuhan pasar baik ekspor dan impor. Dalam hal ini diyakini bahwa pengusahaan hutan produksi mampu memenuhi kebutuhan itu semua. Dikutip dari Bisnis.com Pelaku usaha kayu optimistis bahwa pasokan kayu bulat dari hutan tanaman industri (HTI) pada tahun ini akan naik sebesar 10% dari total capaian tahun lalu.Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto menyampaikan total jumlah pasokan kayu tahun lalu yang dihasilkan hutan tanaman mencapai 37,1 juta m3.”Produksi kayu HTI diprediksi naik 10% dibandingkan produksi tahun 2018,” tutur Purwadi Soeprihanto. Purwadi mengatakan potensi angka pertumbuhan tersebut didukung oleh trend produksi kayu yang semakin mengalami kenaikan.Selain itu, permintaan dunia yang makin meningkat untuk produk olahan pulp dan paper juga dinilainya menjadi faktor pendukung utama kenaikan produksi kayu bulat dari HTI.”Faktor pendukung utamanya karena permintaan dunia atas produk olahan pulp dan kertas, sebagai produk unggulan utama ekspor Indonesia berbasis bahan baku HTI, semakin meningkat,” lanjutnya.Sebelumnya, Purwadi mengatakan ada ada lima negara yang dinilai akan memberikan kontribusi besar untuk pemasukan devisa negara dari sektor kayu. “Negara-negara utama yang diperkirakan memberi kontribusi besar adalah, pertama China, kedua Jepang, ketiga Amerika Serikat, keempat Uni Eropa dan kelima Korea,” ungkapnya.Di mana jenis-jenis kayu Meranti dan Merbau dari hutan alam masih mendominasi pesanan dari berbagai negara.Kemudian, untuk kayu tanaman yang dihasilkan dari Hutan Tanaman Industri (HTI) jenis kayu yang banyak dipesan adalah kayu Acacia dan kayu Eucalyptus.

Namun seiring berjalannya waktu Hutan tanaman industry (HTI ) di rasa memeiliki sejarah kelam tentang berbagai persoalan seperti beberapa contoh berdasarkan perhitungan IWGFF tanaman HTI di lapangan sejak 2002 – 2008 dapat diperkirakan seluas 1,414,329 Ha. Dengan asumsi penghitungan yang sama, maka realisasi tanaman pada periode tahun 2009 – 2013 diperkirakan seluas 1.842.688 hektar. Dengan realisasi tanam HTI pada tahun 2013 seluas 359.381 hektar. Ada peningkatan realisasi tanam pada konsesi HTI periode terakhir, namun masih berkisar 20 – 30 persen dari luas konsesi izin HTI yang diberikan. Sehingga secara keseluruhan kinerja tanam HTI belum bisa dikatakan baik (Asumsi luas tanaman pokok dalam aturan pembangunan HTI).Selain kinerja tanam yang masih rendah, kinerja pengelolaan HTI juga masih buruk. Berdasarkan hasil audit tahun 2013 oleh Kementerian Kehutanan (KLHK) pada 134 HTI di Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Jambi, menunjukkan bahwa hanya 23 unit HTI yang statusnya layak dilanjutkan (LD), 52 unit layak dilanjutkan dengan catatan (LDC), 48 unit dilanjutkan dengan pengawasan (LDP), dan 11 unit layak untuk dievaluasi (LE). Dan sejak penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dalam rangka kepatuhan unit manajemen terhadap legalitas kayu dan juga pengelolaan hutan yang lestari, sampai dengan bulan Juni 2014 hanya 102 dari 234 unit manajemen yang mendapatkan sertifikat SVLK Dengan rincian, sertifikat PHPL berjumlah 44 unit manajemen (UM), dan sertifikat LK berjumlah 58 UM, artinya sampai tahun 2014, hanya 40 persen UM yang memiliki kepatuhan terhadap kesediaan dokumen yang wajib dimiliki perusahaan.Kinerja izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam (IUPHHK -HT) yang buruk, telah memberikan kontribusi signifikan atas terjadinya kerusakan hutan. Analisis FWI berdasarkan hasil penafsiran citra satelit di Indonesia menunjukkan deforestasi pada periode 2009 -2013 mencapai angka 4,50 juta hektar atau sekitar 1,13 juta hektar per tahun. Sedangkan HTI sendiri menyumbang angka deforestasi sebesar 453 ribu hektar. Dan sampai dengan tahun 2013, di dalam wilayah konsesi HTI masih ada tutupan hutan seluas 1,5 juta hektar. Tingginya angka deforestasi membawa dampak kerugian yang besar, baik bagi masyarakat tempatan maupun bagi flora -fauna di dalam ekosistem hutan. Kerusakan aset ekonomi masyarakat juga seringkali beriringan dengan konflik sosial dan tenurial.Persoalan lain yang terjadi yaitu menurut penelitian yang dilakukan Cifor menyebutkan bahwa hutan tanaman juga menhambat pertumbuhan pembangunan local. Menurutnya hal ini terjadi karena kelompok tersebut umumnya kecewa dengan hutan tanaman dan terfokus untuk mengkritik aspek ekonomi dan pembangunan. Hal ini digambarkan dengan jelas oleh pernyataan yang ditempatkan pada sisi ekstrim tabel sebagaimana mereka utamanya berurusan dengan kesulitan lahan, kurangnya peluang kerja, kurangnya pertambahan nilai dari hutan tanaman dibanding pertanian, penelantaran lahan konsesi dan kurangnya kontribusi infrastruktur (Gambar 4). Dengan kata lain, pendirian hutan tanaman adalah hambatan bagi pembangunan daerah karena menjadi
kendala penciptaan peluang baru dan potensi membuka area.

Source : Cifor.org

Hutan tanaman berkembang cepat seiring meningkatnya permintaan produk kayu. Tren ini diperkirakan akan terus berlanjut. Bagaimanapun, beberapa kontroversi mengenai konsekuensi ekonomi, sosial dan lingkungan hutan tanaman tersebut masih ada. Indonesia merupakan studi kasus yang menarik. Ekspansi hutan tanaman menghadapi banyak kritik terkait masalah tenurial lahan, ketidakpuasan mekanisme bagi-manfaat dan dampak negatif terhadap lingkungan.Rekomendasi yang yang baik untuk hutan tanaman Indonesia yaitu kebijakan umum pengaturan sektor perkayuan. Untuk memperoleh ‘lisensi sosial untuk beroperasi’, perusahaan perlu mempertimbangkan situasi masyarakat lokal, harapan dan gagasannya. Halini berlaku khususnya untuk hutan tanaman akasia, atau lebih umum pada hutan tanamanhutan tanaman baru. Hutan tanaman baru bersifat disruptif bagi masyarakat yang tinggal di di dekatnya karena berdampak pada ekonomi dan hubungan sosial selain pada lingkungan alami. Oleh karena itu, tidak boleh diabaikan bahwa masyarakat lokal lantas akan memiliki sikap positif terhadap hutan tanaman yang mengubah bentang alam mereka secara substansial jika harapan dan persepsi mereka tidak diperhatikan dalam rencana tata kelola hutan tanaman. Memang, perusahaan-perusahaan tersebut dipandang menjadi aktor penting dalam pembangunan daerah, dan di wilayah terpencil, penduduk berharap kontribusi yang signifikan. Menyertakan gagasan masyarakat lokal dalam pertimbangan dan mereplikasi praktik yang telah diimplementasikan hutan tanaman yang terintegrasi-baik dapat memperbaiki persepsi masyarakat lokal terhadap hutan tanaman.

 

 

Refrensi

Anjasari,Risa.2009.Pengaruh Hutan Tanaman Industri (HTI) Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi    Masyarakat Di Kecamatan Kampar Kiri.Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang: Page 1-3

[FWI] Forest Watch Indonesia.2015.Pelanggaran Perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Pembiayaan “Studi Kasus PT. Toba Pulp Lestari dan APRIL Group”: Bogor Indonesia

Pirard R, Petit H, Baral H and Achdiawan R. 2016. Impacts of industrial timber plantations in Indonesia: An analysis of rural populations’ perceptions in Sumatra, Kalimantan and Java. Occasional Paper 149. Bogor, Indonesia: CIFOR

Suparna,Nana.2016.LESTARI PAPERS: Peran HPH Dalam Menjaga Keberlanjutan Hutan AlamUnited States Agency for International Development (USAID).hal 2-6

Yasman irsyal dkk.2016.Road Map Pembangunan Hutan Produksi 2016-2045.Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Page 6-11

www.Cifor.org

www.mongabay.co.id

www.Bisnis.com

www.ensiklopediajurnalbumi.com

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.