Berbicara mengenai pengelolaan kawasan hutan. Saat ini telah ada aturan baru yang dikeluarkan Menteri LHK tentang Penetapan Kawasan Hutan dan Pengelolaan Tertentu (KHDPT), dimana dalam pembagiannya terdiri dari tiga jenis pengelolaan,diantaranya: Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK), Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan (KHKP), dan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK).
Aturan yang dikeluarkan oleh Menteri LHK mengenai Kawasan Hutan demgan Pengelolaan Khusus mengalami banyak penolakan. Salah satunya oleh Forum Penyelamatan Hutan Jawa (FPHJ) dengan melayangkan petisi kepada Presiden RI dan Menteri LHK. Isi dari petisi tersebut dibacakan oleh Ketua FPHJ pada tanggal 20 Mei 2022. Berdasarkan penuturan Ketua FPHJ dalam CNN Indonesia, pihak FPHJ khawatir akan timbul konflik agraria akibat dari polemik peraturan baru ini. FPHJ memiliki pandangan bahwasannya KLHK tidak dapat serta merta mengambil alih hutan karena menganggap pengelolaan oleh Perhutani kurang maksimal, sementara penerima lahan yang diambil alih tersebut belum jelas. Keadaan yang tidak jelas ini dikhawatirkan akan dimanfaatkan pihak yang ingin mengambil keuntungan dari peristiwa ini, seperti memperjual belikan atau bahkan mengeksploitasi lahan. Perlu adanya kejelasan dari kata “khusus” yang disematkan dalam aturan baru tersebut. Pihak FPHJ menginginkan pemaparan yang detail dan terbuka serta grand design KHDPK, mereka tak ingin aturan baru tersebut justru mengabaikan potensi kerusakan alam1. Petisi penyelamatan hutan Jawa juga mendapatatkan dukungan dari Minaqu Indonesia. CEO minaqu, Ade Wardhana menilai, Pemerintah seharusnya berperan penting dalam menjaga kelestarian hutan. Alih fungsi hutan lindung dan hutan produksi menjadi KHDPK akan mengurangi kawasan hutan dikarenakan mengarah pada pertanian hortikultura. Dikhawatirkan aturan baru ini bukannya memperbaiki pengelolaan hutan Jawa, tetapi menambah masalah baru yang mempengaruhi stabilitas ekonomi, social, politik, dan keamanan 4. read more