Tahukah kamu, praktik pengelolaan hutan rakyat dilakukan dengan pendekatan sistem agroforestry, yaitu dengan memadukan tanaman semusim dan komponen pohon pada tempat dan waktu yang sama. Pada perkembangan pengelolaan hutan rakyat terdapat banyak variasi dan turunan dari pola agroforestry ini, namun pertimbangan dasar dalam pemilihan semua pola tersebut sama, yaitu pola agroforestry berbasis kebutuhan (PABK). Kebutuhan yang dimaksud secara umum merepresentasikan dari kebutuhan pangan, pakan dan papan.
Pola agroforestry menurut PABK, antara lain pola Lorong (alley cropping), pola pohon pembatas (trees along border), pola baris (alternate rows), dan pola campur (random mixtures). Pola pohon pembatas (trees along border) memiliki kelebihan yaitu produktivitas tanaman semusim tinggi, namun memerlukan pruning rutin pada komponen pohonnya. Pola Lorong memiliki kelebihan dalam hal konservasi tanah air, namun memiliki kelemahan dimana bidang olah terbatas, pola campur memiliki kelebihan berupa adanya hasil musiman dari komponen pohon berupa buah, namun pada pola ini ruang yang ada menjadi tidak teratur dan pola baris memiliki kelebihan ruang yang teratur namun memiliki kekurangan karena pola ini memerlukan perlakuan pruning secara rutin. Pada penerapannya, pola pohon pembatas akan dipilih dengan pertimbangan biofisik lahan dalam kondisi datar, pola Lorong akan dipilih apabila kondisi lahan tidak datar, dan pola campur dipilih dengan pertimbangan adanya keterbatasan tenaga dalam proses pemeliharaan.
Sumber :
Maryudi, Ahmad dan Ani Adiwinata Nawir.2018. Hutan Rakyat di Simpang Jalan.Yogyakarta: UGM Press.