Lompat ke konten

SVLK: Upaya untuk Meminimalisir Perdagangan Kayu Ilegal

               Kawasan hutan telah memiliki banyak peran di dunia ini, semakin luas kawasan hutan semakin besar pula manfaat yang dirasakan. Meski hutan memiliki peran penting dalam menjaga lingkungan tetap saja masih banyak kerusakan hutan yang terjadi karena masih dominan anggapan bahwa hasil hutan adalah kayu padahal masih ada hasil hutan bukan kayu, dengan anggapan ini maka masih banyak terjadi penebangan liar tanpa izin resmi untuk kepentingan dan keuntungan pribadi pihak tertentu, oleh karena itu indonesia kini telah menerapkan sistem SVLK yaitu sebuah sistem di Indonesia yang didesain untuk menverifikasi legalitas produk-produk kayunya. Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) hadir sebagai sebuah sistem yang bersifat wajib guna terpenuhinya peraturan terkait peredaran dan perdagangan kayu di Indonesia. SVLK mulai berlaku pada Juni 2009 ketika Menteri Kehutanan menyetujui mandatory Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kerja Pengelolaan Hutan Lestari (PHPL) dan Verifikasi Legalitas Kayu (VLK) pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kehutanan No. P.38/Menhut-II/2009.

               SVLK ini bertujuan untuk memastikan bahwa kayu yang beredar dan diperdagangkan memiliki status legalitas yang meyakinkan. Melalui SVLK, para petani hutan rakyat dapat meningkatkan bargaining potition dan meyakinkan keabsahan kayu yang dijual. Melalui SVLK, para pengusaha di bidang perkayuan lebih mudah dalam meyakinkan konsumen mereka dari luar negeri mengenai legalitas kayu yang dijual, konsumen dari luar negeri pun tidak akan meragukan legalitas kayu dari Indonesia.

               Sekarang ini, SVLK diatur oleh Permenlhk P.30/Menlhk/Setjen/PHPL.3/3/2016 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin, Hak Pengelolaan, atau pada Hutan Hak  karena terdapat hambatan atau kesulitan bagi pelaku usaha terkait jangka waktu sertifikasi, pemenuhan kewajiban bahan baku bersertifikat, dan perlunya peningkatan keberterimaan pasar.

               Menurut Perdirjen BUK No.P.8/VI-BPPHH/2012, prosedur verifikasi terdiri dari aplikasi, perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, pengambilan keputusan dan verifikasi (Susilowati, 2014). Proses pemeriksaan SVLK mulai dari pemeriksaan izin usaha pemanfaatan, tanda-tanda identitas pada kayu dan dokumen yang menyertai kayu dari proses penebangan, pengangkutan dari hutan ke tempat produksi kayu, proses pengolahan hingga proses pengepakan dan pengapalan (LEI, 2013).

               Banyak permasalahan yang dihadapi sektor usaha kehutanan, yang menjadi kendala utama dalam implementasi SVLK antara lain; Pemerintah membuat regulasi yang tidak konsisten dan cepat mengalami perubahan, kurangnya sosialisasi yang di lakukan oleh Dinas terkait tentang SVLK terhadap masyarakat juga menjadi kendala implementasi SVLK di lapangan, dan biaya sertifikasi cukup tinggi sehingga masih banyak industri sektor kehutanan skala kecil yangbelum mampu menerapkannya. Berdasarkanpermasalahan yang dihadapi ada beberapa saranyang bisa diterapkan untuk mengurangi kendala-kendala dalam implementasi kebijakan SVLK yaitu : Pemerintah sebagai pembuat regulasi harus konsisten dengan yang diterapkan dan pemberian sosialisasi dan pendampingan insentif tentang SVLK kepada masyarakat.

               SVLK adalah sebuah sistem di Indonesia yang didesain untuk menverifikasi legalitas produk-produk kayunya. Kewajiban sertifikat SVLK telah meningkatkan daya saing Indonesia dalam perdagangan kayu Indonesia karena hal ini menunjukkan komitmen negara ini untuk memonitor legalitas industri kayu. Dalam pelaksanaannya untuk memperoleh sertifikasi SLVK dihambat dengan biaya yang diperlukan mencapai puluhan juta rupiah, alur yang rumit serta banyaknya dokumen yang perlu diurus. Alhasil Industri Kecil Menengah (IKM) harus dibantu oleh lembaga pengembang sistem sertifikasi. Seperti yang dilakukan oleh Rumekso Setiadi, salah satu pengelola industri kayu di daerah Bantul, Yogyakarta yang didampingi Lembaga Ekolabel Indonesia dengan mitra daerahnya, ARuPa Yogyakarta untuk mengantongi sertifikasi kayu legal (Suryandari, 2017).

               Sampai dengan akhir tahun 2014, lebih  dari 80% kayu yang dipanen dari konsesi hutan alam serta 100% kayu yang berasal dari konsesi hutan tanaman telah disertifikasi dengan SVLK. Gambar diatas menunjukan pencapaian implementasi SVLK dari januari 2013 hingga April 2015. Sampai dengan April 2015, Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu Indonesia telah memberikan sertifikasi kepada lebih dari 1,400 perusahaan kayu yang telah patuh pada SVLK. 88% dari eksportir yang tercatat telah tersertifikasi, dan melakukan perdagangan dengan 193 negara.

sumber :

https://silk.dephut.go.id/index.php/info/vsvlk/1

Tahunan Mei 2014-April 2015 Penerapan Kesepakatan Kemitraan Sukarela FLEGT Indonesia–Uni Eropa

Suryandari, Elvida Yosefi. Deden Djaenudin. Satria Astana. Iis Alviya. DAMPAK IMPLEMENTASI SERTIFIKASI         VERIFIKASI LEGALITAS KAYU TERHADAP KEBERLANJUTAN INDUSTRI KAYU DAN HUTAN RAKYAT. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 14 No.1, 2017 : 19-37

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.