Pandemi COVID-19 telah memaksa pemerintah membuat kebijakan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat” untuk waktu yang cukup lama. Kebijakan tersebut tentu akan mempengaruhi kehidupan manusia karena terbatasinya kegiatan sehari-hari yang menunjang pekerjaan bahkan kesehatan. Pemberitaan mengenai permasalahan ekonomi karena kebijakan PPKM seakan sudah menjadi makanan sehari-hari kita yang dapat dengan mudah ditemukan pada portal berita, sosial media atau sekedar berita dari mulut ke mulut. Selain permasalahan ekonomi ada permasalahan lain yang juga menjadi perhatian berbagai media dan golongan, yaitu permasalahan kesehatan utamanya berkaitan dengan Kesehatan mental. Pada masa pandemic seperti ini permasalahan kesehatan mental bisa menyerang siapa saja tanpa terkecuali, sehingga solusi atas permasalahan ini tentu sangat dibutuhkan saat ini.
Puji Syukur kondisi pandemic di Indonesia saat ini mulai membaik dan semoga terus membaik, membuat beberapa kebijakan pembatasan seperti PPKM telah turun level pada beberapa wilayah. Penurunan level pembatasan ini memberikan kita sedikit kelonggaran bagi kita untuk bisa memulihkan kondisi, salah satunya dari permasalahan Kesehatan mental. Namun tentu tetap ada beberapa batasan bagi kita dalam melakukan kegiatan pemulihan kondisi tersebut, misalnya dengan tetap memperhatikan protocol Kesehatan, menghindari kontak dan kerumuman serta mengurangi durasi dalam ruangan tertutup. Lalu adakah ada jenis kegiatan untuk melepas jenuh dan memperbaiki Kesehatan mental bagi kita, namun tetap memperhatikan batasan tersebut? Mari berkenalan dengan forest bathing.
Forest bathing adalah suatu kegiatan alam yang bertujuan untuk menyegarkan tubuh secara emosional dengan cara menyinkronkan ritme kita dengan alam terbuka. Seperti namanya, forest bathing yang apabila diterjemahkan menjadi “mandi hutan” merupakan kegiatan berupa menikmati hutan dengan cara berjalan kaki mengelilinginya dan menikmati apa yang ada di hutan tersebut. Kegiatan forest bathing ini dapat dilakukan secara individual maupun berkelompok (Firdhani, 2018 dalam Rahmawati, 2019). Menurut Chen, dkk (2018) dalam Rahmawati (2019) forest bathing dikatakan dapat menurunkan mood negative seperti ketegangan, kemarahan, kelelahan dan juga secara signifikan mengurangi level kecemasan kita. Tentu hal tersebut sangat relevan dengan kondisi mental kita selama masa pandemi ini.
Sebenarnya forest bathing dapat juga dilakukan selain di hutan, misalnya pada ruang terbuka hijau yang jauh dari kebisingan. Namun saat ini ruang terbuka hijau di perkotaan sudah semakin sempit dan tentu karena kepadatan penduduk yang bertambah, kebisingan kegiatan manusia tidak dapat dihindari. Saat ini hutan tetap menjadi satu-satunya pilihan paling efektif untuk kita dapat melakukan forest bathing.
Istilah forest bathing pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Qing Li, pada bukunya yang berjudul “Shirin-Yoku: The Art and Science of Forest Bathing”. Berdasarkan buku dari Dr. Qing tersebut diketahui bahwa nama forest bathing ternyata berasal dari istilah jepang yaitu “Shirin-Yoku”. Dokter Qing Li merupakan salah satu dokter fakultas Kedokteran Nippon Medical School, Tokyo dan beliau juga merupakan presiden komunitas terapi Jepang. Tidak lama setelah menulis buku tersebut, tepatnya pada tahun 1982, Dr. Qing LI juga terlibat dalam program Kesehatan Nasional yang dibuat oleh pemerintah Jepang melalui Badan Kehutanan Jepang. Program ini nantinya akan melatarbelakangi berdirinya Japanese Society of Forest Therapy.
Program Kesehatan nasional yang diadakan pada tahun 1982, sebenarnya belum memiliki bukti secara medis, namun akhirnya pada tahun 2004, kementrian pertanian, kehutanan dan perikanan Jepang memulai sebuah penelitian untuk menelidiki efek terapeutik hutan terhadap Kesehatan manusia dari sudut pandang ilmiah, dan forest bathing terbukti secara ilmiah dapat meningkatkan Kesehatan baik fisik maupun mental, salah satunya dengan mengurangi stress. Forest bathing terus berkembang hingga saat ini, termasuk juga pendekatan inovasi sejenisnya misalnya dengan membuat greenways di sekitar kantor. Sempat diteliti oleh Universitas Harvard melalui survei kepada 100.000 suster dan dihasilkan bahwa melalui pendekatan forest-bathing dengan model greenways membuat tingkat kematian lebih rendah mencapai 12% dari sebelumnya (David, 2019).
Forest-bathing sampai saat ini pun masih menjadi rekomendasi banyak dokter-dokter untuk meredakan stress dan depressi. Terlihat jelas bahwa hutan selain memiliki fungsi dalam menjaga Kesehatan lingkungan, secara langsung juga dapat berperan dalam menjaga Kesehatan manusia. Sehingga sudah seharusnya kita harus mulai menjaga kelestarian hutan tanpa bertanya-tanya kembali mengenai umpan balik yang akan kita dapatkan dari menjaga hutan untuk tetap lestari.
Pustaka:
David, R.E. and Purnama, L., PENANGGULANGAN ISU WIRAUSAHA DI INDONESIA DENGAN PEMBANGUNAN KOMUNITAS KRIYA JATINEGARA. Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa), 1(2), pp.793-806.
Rahmawati, W., 2019. Forest Bathing: Solusi Alami Atasi Masalah Kesehatan Mental. Buletin Jagaddhita, 1(1), pp.1-3.